REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki berencana untuk mengincar target di Suriah utara setelah menyelesaikan operasi lintas perbatasan melawan militan Kurdistan Workers Party (PKK) yang dilarang di Irak. Pergerakan ini dilakukan setelah bom akhir pekan yang mematikan di Istanbul.
Menurut pejabat pemerintah Turki, ancaman yang ditimbulkan oleh Kurdi atau ISIS di Turki tidak dapat diterima. Ankara akan menghilangkan ancaman di sepanjang perbatasan selatannya dengan satu atau lain cara.
"Suriah adalah masalah keamanan nasional bagi Turki. Sudah ada pekerjaan yang dilakukan mengenai hal ini," kata pejabat itu menolak disebutkan namanya karena tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
"Ada operasi yang sedang berlangsung melawan PKK di Irak. Ada target tertentu di Suriah setelah selesai," ujar pejabat Turki tersebut.
Pemerintah menyalahkan kelompok Kurdi atas ledakan di Istiklal Avenue Istanbul pada Ahad(13/11/2022). Ledakan itu menewaskan enam orang dan melukai lebih dari 80 orang. Secara terpisah, Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca mengatakan, 58 dari mereka yang terluka telah dipulangkan setelah dirawat. Sementara 17 masih di rumah sakit, dengan enam lainnya dalam perawatan intensif.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan di jalanan yang sibuk itu. PKK serta Syrian Democratic Forces (SDF) yang dipimpin Kurdi telah membantah terlibat.
Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag mengatakan pada Selasa (15 /11/2022), polisi telah menahan 50 orang sebagai bagian dari penyelidikan atas ledakan tersebut. Tersangka pembom, seorang perempuan Suriah bernama Ahlam Albashir ditahan dalam penggerebekan rumah di Istanbul pada Senin (14/11/2022) pagi.
Rekaman menunjukkan Albashir dengan mengenakan jumper ungu dengan tulisan "New York" di atasnya dibawa keluar dari rumahnya. Bahunya terangkat dan wajahnya memar dalam foto yang dibagikan oleh polisi.
Turki telah melakukan tiga serangan sejauh ini ke Suriah utara terhadap milisi YPG Kurdi Suriah, yang dikatakannya adalah sayap PKK. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya mengatakan, bahwa Turki dapat melakukan operasi lain melawan YPG.
Orang Turki khawatir akan lebih banyak serangan dapat terjadi menjelang pemilihan yang ditetapkan pada Juni 2023. Menurut jajak pendapat menunjukkan Erdogan bisa kalah setelah dua dekade berkuasa. Gelombang pemboman dan serangan lainnya dimulai secara nasional ketika gencatan senjata antara Ankara dan PKK gagal pada pertengahan 2015, menjelang pemilihan tahun itu.