REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merencanakan penuntutan pidana maupun perdata terhadap perusahaan-perusahaan farmasi sebagai pihak penanggung jawab atas kasus 199 kematian gagal ginjal akut pada anak-anak. Dua jalur hukum tersebut bagian dari rencana strategi hukum menindak produsen obat-obatan yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan, jalur pidana maupun perdata terhadap para perusahaan farmasi tersebut salah satu hasil dari pertemuan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito di Kejakgung, Rabu (16/11/2022).
“Untuk perusahaan-perusahaannya, tadi disampaikan tidak hanya diterapkan pidana, tetapi juga gugatan perdata, atau ganti kerugian. Ganti rugi terhadap negara, ataupun ganti rugi terhadap keluarga korban,” kata Ketut, Rabu.
Ketut menerangkan, saat ini Kejagung sudah menerima tiga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus itu. Dua SPDP yang diterbitkan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM.
Yakni, terhadap PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Satu SPDP terbitan Bareskrim Mabes Polri atas PT Afi Farma. “Yang baru kita (Kejakgung) terima itu SPDP. Biasanya setelah SPDP ada penetapan tersangka dari hasil penyidikan,” kata Ketut.
Ketut mengungkapkan, selain SPDP terhadap tiga perusahaan tersebut, BPOM dan Bareskrim Polri juga mengabarkan akan menerbitkan SPDP terhadap perorangan. “Menurut informasi akan bertambah menjadi enam (objek penyidikan),” terang Ketut.
Namun sampai saat ini, dari hasil penyidikan dari BPOM maupun Bareskrim Polri belum mengumumkan tersangka. Di Bareskrim Polri pada Rabu, menjadwalkan gelar perkara. Tetapi sampai malam ini, pun penetapan tersangka belum diumumkan.
Terkait kasus kematian akibat gagal ginjal akut pada anak ini, sebetulnya BPOM juga menjadi objek gugatan. Pekan lalu, Jumat (11/11/2022), Komunitas Konsumen Indonesia resmi menggugat BPOM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan tersebut dilakukan karena BPOM dinilai melakukan kebohongan publik terkait dengan kesimpulan tentang merk-merk obat sirop yang diduga tercemar EG dan DEG. Atas gugatan tersebut, Kepala BPOM Penny Lukito meminta perbantuan dan pendampingan hukum ke Kejagung.