REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) membacakan pleidoi atas kasus dugaan korupsi PT ASABRI yang menjeratnya pada Rabu (16/11/220). Dalam kesempatan itu, Bentjok justru mengkritik kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung).
Bentjok menuding Kejagung tak mengusut tuntas kasus PT ASABRI ini. Bentjok menduga masih ada pihak yang belum dihukum atas perkara tersebut.
"Saya melalui kesempatan ini menyampaiakan uneg-uneg kepada yang mulia majelis hakim, bagaimana saya sudah dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan jaksa penuntut umum dalam perkara ini," kata Bentjok dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakpus.
Bentjok menyinggung adanya pihak yang muncul berkali-kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP) sekaligus disebutkan saksi-saksi. Pihak-pihak ini menurut Bentjok diduga telah merugikan keuangan PT Asabri namun tidak pernah dijadikan tersangka.
"Terhadap pribadi dan instansi ini, jaksa penuntut umum juga cenderung duduk manis saja," ujar Bentjok.
Walau demikian, Bentjok tak menyebut secara gamblang pihak mana yang dimaksudkannya itu. Sehingga, pernyataannya terkesan mencoba melemparkan tanggung jawab.
"Apabila proses penegakan hukumnya tidak tepat sasaran dan cenderung tebang pilih, bagaimana mungkin hukum ditegakkan," ucap Bentjok.
Selain itu, Bentjok mengungkapkan kekhawatiran soal proses penegakan hukum yang tidak tidak tepat sasaran. Ia mempermasalahkan tuntutan atas tindak pidana pencucian uang. Ia mengklaim dirinya memang 'orang kaya' yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan usaha dan warisan.
"Semuanya itu tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang selalu diaudit oleh kantor akuntan publik yang bonafit dan juga selalu dilaporkan kepada otoritas jasa keuangan. Jadi jelas bukan hasil korupsi apalagi berasal dari pencucian uang," ungkap Bentjok.
Diketahui, JPU menuntut Bentjok dengan hukuman mati. JPU menilai Bentjok terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 22,7 triliun dalam kasus PT ASABRI.
JPU menuntut Bentjok bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama terdakwa lain menyebabkan kerugian negara Rp 22,788 triliun dengan atribusi perincian khusus akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian sebesar Rp6,481 triliun," kata JPU dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (26/10/2022).
Bentjok juga dituntut bersalah melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Atas dasar itu, JPU menuntut Bentjok dengan pidana uang pengganti Rp 5,7 triliun. Dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Kasus korupsi PT ASABRI memang bermula dari kesalahan penempatan investasi pada dua instrumen investasi yakni saham dan reksadana yang dilakukan oleh manajemen lama perusahaan. Tercatat, Bentjok sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam perkara korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,807 triliun. Bentjok diwajibkan membayar uang pengganti Rp 6 triliun dalam kasus itu.