Kamis 17 Nov 2022 15:26 WIB

Putusan Kasus Indra Kenz Dinilai Menghakimi Korban

Harta dan aset yang telah disita dari Indra Kenz diputuskan dirampas oleh negara.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa Indra Kesuma alias Indra Kenz (layar TV kanan) mendengarkan pembacaan vonis dalam kasus investasi bodong aplikasi Binomo secara hybrid di Pengadilan Negeri Tangerang, Tangerang, Banten, Senin (14/11/2022). Indra Kesuma alias Indra Kenz divonis sepuluh tahun penjara serta denda Lima Miliar Rupiah karena dinilai terbukti melakukan penyebaran informasi bohong soal investasi bodong Binary Option (Binomo) yang merugikan konsumen serta pencucian uang.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Terdakwa Indra Kesuma alias Indra Kenz (layar TV kanan) mendengarkan pembacaan vonis dalam kasus investasi bodong aplikasi Binomo secara hybrid di Pengadilan Negeri Tangerang, Tangerang, Banten, Senin (14/11/2022). Indra Kesuma alias Indra Kenz divonis sepuluh tahun penjara serta denda Lima Miliar Rupiah karena dinilai terbukti melakukan penyebaran informasi bohong soal investasi bodong Binary Option (Binomo) yang merugikan konsumen serta pencucian uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih menyayangkan putusan hakim dalam kasus binary option aplikasi Binomo Indra Kenz. Menurutnya, putusan itu malah berdampak buruk bagi korban. 

Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tangerang pada Senin (14/11), Majelis hakim menilai, aset sitaan dari Indra Kenz tidak berhak dikembalikan kepada para korban dalam perkara ini. Majelis hakim menilai para korban bersalah karena bermain judi.

"Ini korban banyak, apa iya hakim nyatakan semua korban penjudi? Kita tidak sedang mengadili korban, aneh juga," kata Yenti kepada Republika, Kamis (17/11). 

Yenti memandang, dampak yang ditimbulkan Indra Kenz terhadap korban mestinya lebih diresapi mendalam oleh hakim. Dengan demikian, majelis hakim seharusnya dapat mengambil putusan yang berperspektif korban bukan malah menyalahkan korban. 

"Pertimbangan hakim ke arah mengadili korban kok bikin heran. Padahal, harusnya kerugian korban, dampak korban dipertimbangkan sehingga dengan pertimbangan itu maka bisa memperberat pelaku, bukan malah menghakimi korban," ujar Yenti. 

Dari pengamatannya, Yenti memandang, pengembalian harta korban dalam kasus Indra Kenz memang dimungkinkan. Sehingga, ia merasa heran mengapa hakim tak mengabulkannya. 

"Sebetulnya itu pakai TPPU, untuk telusuri hasil kejahatan dan dikembalikan ke korban," ujar Yenti. 

Menurut Yenti, korban Indra Kenz sebenarnya memenuhi syarat agar haknya dikembalikan. Bila melihat kontruksi hukum dari kasus Indra Kenz, para korban ini digolongkan sebagai korban "berita bohong" dan "tersesat". Kemudian dari sini, Indra Kenz dihukum karena telah "menyesatkan" korban. 

"Dia (Indra Kenz) dapatkan keuntungan sekian, keuntungannya kemana ya itu TPPU. Dengan TPPU maksudnya orang yang tersesat tadi berhak dong (dapat pengembalian dana). Itu sih kalau saya jadi hakim," ujar Yenti. 

Atas putusan ini, Yenti menyarankan, para korban Indra Kenz menempuh proses hukum lebih lanjut. Salah satunya melalui mekanisme gugatan perdata terhadap Indra Kenz. Tujuannya demi mengembalikan harta para korban. "Korban bisa ajukan gugatan perdata," sebut Yenti. 

Diketahui, Indra Kenz awalnya dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp10 Miliar subsider 12 bulan penjara. JPU juga meminta agar seluruh aset milik terdakwa yang disita dapat dikembalikan kepada para korban lewat paguyuban.

Namun, Majelis Hakim memvonis Indra Kenz dengan hukuman 10 tahun penjara serta denda sebesar Rp 5 miliar. Selain itu harta dan aset yang telah disita dari Indra Kenz diputuskan dirampas oleh negara.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement