REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perang di Ukraina, persaingan kekuatan besar Asia, inflasi, dan kekurangan pangan dan energi menjadi agenda forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bangkok, Thailand pada Jumat hingga Sabtu (18-19/11/2022). Para pemimpin dari forum beranggotakan 21 negara akan bertemu secara resmi dalam sesi tertutup.
Misi resmi APEC adalah untuk mempromosikan integrasi ekonomi regional. Sebagian besar bisnis yang dilakukan terjadi di sela-sela pertemuan puncak seperti pertemuan yang direncanakan antara Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Kedua kekuatan Asia ini memiliki sejarah hubungan yang tegang, warisan agresi Perang Dunia II dan kondisi diperparah dengan sengketa wilayah dan kekuatan militer China yang terus meningkat. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, pertemuan itu akan sangat penting.
Xi, Harris, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron juga akan berbicara pada konferensi bisnis yang diadakan tepat sebelum pertemuan puncak yang sebagian besar tertutup untuk media.
“Pertemuan APEC tahun ini berlangsung di tengah bahaya ganda. Kita tidak perlu diingatkan tentang konflik keamanan yang parah yang tidak tahu seperti apa kemenangan itu. Sementara itu, dunia sedang menatap hiper inflasi yang digabungkan dengan resesi, rantai pasokan yang rusak dan kelangkaan serta bencana iklim,” kata Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai dalam pembukaan pertemuan menteri luar negeri dan menteri perdagangan yang sedang mengerjakan draf pernyataan yang akan dirilis usai acara berakhir.
Sebelum Konferensi Tingat Tinggi (KTT) tersebut, para pejabat Thailand berharap dapat mengarahkan APEC menuju solusi jangka panjang di berbagai bidang, termasuk perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan pemulihan yang goyah akibat pandemi.
"Apa yang akan kami lakukan adalah membuat semua ekonomi menyepakati serangkaian target … mitigasi perubahan iklim, perdagangan dan investasi berkelanjutan, konservasi sumber daya lingkungan dan, tentu saja, pengelolaan limbah,” kata direktur jenderal dari Departemen Urusan Ekonomi Internasional Thailand Cherdchai Chaivaivid.
"Ini adalah pertama kalinya APEC akan membicarakan hal ini. Ini adalah pertama kalinya kami akan membuka babak baru tentang bagaimana perdagangan, bisnis, investasi harus dilakukan," ujarnya.
Misi resmi APEC adalah untuk mempromosikan integrasi ekonomi regional, berarti menetapkan pedoman untuk pengembangan kawasan perdagangan bebas jangka panjang. Sebagian besar pekerjaannya bersifat teknis dan bertahap, dilakukan oleh pejabat senior dan menteri, meliputi bidang-bidang seperti perdagangan, pariwisata, kehutanan, kesehatan, pangan, keamanan, usaha kecil dan menengah, serta pemberdayaan perempuan.
Para pemimpin dari 21 negara di kedua sisi Samudera Pasifik sering mengambil kesempatan untuk melakukan pembicaraan bilateral dan membahas kesepakatan-kesepakatan sampingan. Kontingen Amerika Latin berasal dari Cile, Meksiko, dan Peru. Anggota lainnya adalah Australia, Bruneidarusalam, Kanada, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Papua Nugini, Filipina, Rusia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, dan Vietnam.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Biden tidak hadir tahun ini. Putin telah menghindari forum internasional yang membuat posisinya sulit karena menghadapi kritik atas invasi ke Ukraina. Sedangkan Biden akan menjadi tuan rumah pernikahan cucunya di Gedung Putih.
Sebagai tuan rumah, Thailand mengundang tiga tamu istimewa ke pertemuan tersebut, presiden Prancis Macron, Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman, dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Namun, Hun Sen tidak akan hadir setelah terkena Covid-19.
Bagi Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha tamu yang paling disambut mungkin adalah pemimpin Saudi. Dia melakukan kunjungan resmi untuk membantu memulihkan hubungan persahabatan dengan Thailand setelah puluhan tahun mengalami gangguan karena pencurian perhiasan kerajaan Saudi dan pembunuhan diplomat di Bangkokan yang belum terpecahkan.
“Ini adalah kesempatan bagus, bahwa Mohammed bin Salman mengunjungi Thailand dan kedua negara akan melanjutkan hubungan ekonomi yang baik setelah lebih dari 30 tahun. Memiliki presiden Prancis bergabung dengan kami juga menunjukkan betapa pentingnya kawasan ini," kata ketua Kamar Dagang Thailand, Sanan Angubolkul