Ratusan Surat Aremania ke Presiden Jokowi Mulai Dikirim dari Malang
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ratusan Aremania melakukan aksi damai di depan kantor pos Kota Malang, Kamis (17/11/2022). Aksi ini bertujuan untuk mengirim surat cinta kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait tragedi Kanjuruhan. | Foto: Republika/Wilda Fizriyani
REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Tuntutan keadilan atas tragedi Kanjuruhan tidak pernah surut dilakukan oleh para Aremania. Ada berbagai aksi demonstrasi yang telah dilakukan secara damai oleh para Aremania selama sebulan terakhir.
Terbaru, sejumlah Aremania kembali melakukan aksi simpatik di Kota Malang, Kamis (17/11/2022). Aksi ini dimulai dengan berjalan dari Stadion Gajayana, Kota Malang hingga Kantor Pos di Jalan Merdeka Selatan, Kota Malang. Iringan lagu terdengar menggema ketika mereka tiba di depan kantor pos.
Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya, para Aremania pada kali ini berusaha menyampaikannya melalui surat. Surat-surat tersebut akan disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Surat tersebut berisi keluh dan kesahnya para Aremania terkait tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober lalu.
Perwakilan Aremania, Firman (bukan nama sebenarnya) mengatakan, aksi ini muncul karena keresahan Aremania terhadap penyelesaian tragedi Kanjuruhan yang belum sesuai harapan. "Kita sampaikan ke presiden lewat tulis tangan. Mungkin teman-teman yang tidak bisa teriak, tidak bisa ngomong, sekarang bisa ngomong lewat surat. Ini cara simbolik," kata dia kepada wartawan.
Para Aremania tidak berharap Presiden RI Jokowi bisa membalas ratusan surat yang telah dikirimkan. Aremania hanya meminta agar Presiden RI bisa mengawasi kasus ini dengan baik. Presiden RI harus melihat proses hukum yang telah dilakukan selama ini.
Menurut Aremania, proses hukum yang selama ini berjalan masih jauh dari harapan. Penetapan enam tersangka tidak sebanding dengan kematian 135 orang akibat tragedi tersebut. Para eksekutor masih disembunyikan hingga sekarang.
"Eksekutor minimal ditampilkan ke media dulu. Seandainya delapan atau 10 orang, tampilkan ke media. Baru mereka diproses. Karena selama ini mereka semacam menutupi eksekutornya," jelasnya.