REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem ekonomi Islam meniscayakan adanya kesejahteraan yang merata pada masyarakat. Sistem ekonomi Islam juga menjauhi kondisi di mana kekayaan menumpuk pada sekolompok orang.
Dalam sistem tersebut, ada berbagai langkah untuk memindahkan aliran kekayaan kepada orang-orang yang kurang mampu. Dalam buku tafsir Kementerian Agama dijelaskan, hal itulah yang menjadi titik lemah sistem ekonomi kapitalis yang berkembang menurut konsep persaingan bebas dan hak pemilikan yang tidak terbatas.
Sistem ekonomi Islam juga menunjukkan kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tumbuh akibat pengawasan yang terlalu ketat dan sikap diktator golongan kaum buruh serta tidak adanya pengakuan hak pemilikan terhadap harta.
Sistem ekonomi Islam adalah sistem yang adil dan berupaya menjamin kekayaan agar tidak terkumpul hanya di segelintir orang. Sistem ekonomi Islam mengharuskan persebaran kekayaan ke seluruh masyarakat.
Allah SWT berfirman, "Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS Al-Hasyr ayat 7)
Sistem ekonomi kapitalis bertentangan dengan semangat ayat tersebut. Dalam sistem kapitalis, kekayaan dan sumber daya alam hanya dikuasai oleh mereka yang kaya dan mempunyai modal.
Mengapa Islam menekankan persebaran kekayaan? Tafsir Kemenag memaparkan ada 18 ayat yang menyatakan bumi dan langit adalah milik Allah. Manusia hanya diberi hak untuk memanfaatkan dan pemilikan sementara.