Kamis 17 Nov 2022 22:49 WIB

BI Diproyeksi Naikkan Suku Bunga Hingga 5,5 Persen

Ekonom menilai BI tak punya pilihan lain kecuali naikkan suku bunga

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Refleksi layar yang memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dinilai sebuah keharusan untuk tetap relevan dengan kondisi terkini di tingkat global. Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menyampaikan BI tidak punya pilihan lain.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Refleksi layar yang memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta. Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dinilai sebuah keharusan untuk tetap relevan dengan kondisi terkini di tingkat global. Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menyampaikan BI tidak punya pilihan lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dinilai sebuah keharusan untuk tetap relevan dengan kondisi terkini di tingkat global. Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menyampaikan BI tidak punya pilihan lain.

"Memang sepertinya BI tidak punya pilihan lain, sehingga harus menaikan suku bunga acuannya, ini mengingat, BI juga harus berkompetisi dengan bank sentral lainnya di emerging market yang juga mengikuti langkah the Fed," katanya pada Republika, Kamis (17/11).

Ia memprediksi kenaikan ini akan menjadi yang terakhir di 2022. Bulan depan BI diperkirakan akan menahan atau menaikkan namun hanya sekitar 25 bps.

Jika tidak mengikuti menaikan suku bunga acuannya, maka real interest rate di Indonesia masih akan negatif di tengah inflasi yang dinilai masih tinggi. Di sisi lain, di sejumlah negara emerging market yang menjadi pesaing Indonesia dalam menarik investasi portofolionya memiliki real interest rate yang sudah positif seperti Brazil, Meksiko dan China.

Saat negara-negara peers ini memiliki real interest rate yang positif, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menarik kembali investasi portofolio asing ke Indonesia. Mereka akan memilih menempatkan investasinya ke Brazil, Meksiko atau China yang memberikan yield dan return positif.

"Nah, bila BI7DRR tidak dinaikkan maka capital outflow berpotensi masih akan terjadi dan nilai tukar Rupiah sulit untuk menguat," katanya

Ia mengatakan tujuan dari kebijakan kenaikan BI7DRR ini terutama untuk tujuan mengembalikan nilai tukar. Karena ekspektasi inflasi sendiri kini sudah mulai mereda.

Ekonom dan Co-Founder dan Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital (ISED), Ryan Kiryanto mengatakan, keputusan kenaikan tersebut pada dasarnya mengacu kepada tujuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah. Juga mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI sekitar 2-4 persen lebih cepat tercapai pada paruh pertama tahun 2023 nanti.

Ditambah untuk tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan pasca Presidensi G20 yang memberikan tambahan optimisme melalui komunike bersama yang dicapai secara konstruktif dan kolaboratif. Menurutnya, opsi menaikkan BI Rate kali ini sudah tepat dari segi timing dan besaran kenaikannya.

Ia memproyeksi BI masih akan menaikan suku bunga lagi hingga level 5,5 persen. Menurutnya, jika inflasi tahunan (yoy) bisa diarahkan ke bawah empat persen maka ada kans BI akan menahan BI Rate."Tapi ini mustahil karena ekspektasi terlanjur tinggi di atas empat persen sehingga ada kans BI masih akan melanjutkan kenaikan yang lebih longgar atau tidak agresif sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen," katanya.

Apalagi arah suku bunga global juga cenderung tetap tinggi yang tentunya akan direspon dengan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan masing-masing. Terutama oleh BoE, ECB dan The Fed.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement