REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat pada 18 November 2022, Muhammadiyah telah berusia 110 tahun sejak didirikan pada 1912. Organisasi ini menjadi salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia dan diakui memberikan pengaruh besar bagi bangsa.
Sejarawan Islam Mu'arif mengatakan ide dan gerakan yang dilakukan oleh pendiri KH. Ahmad Dahlan berkontribusi besar dalam membangun kesadaran berbangsa. Terutama dalam ide persatuan dan berbagai gerakan di bidang dakwah dan pendidikan yang diakui sejarah.
"Pertama dalam persatuan umat. Jadi Ahmad Dahlan lewat pidato di kongres umat Islam di Cirebon pada 1921 itu sangat monumental. Karena ada seruan untuk bersatu di kalangan umat Islam tanpa mengenal latar belakang kelompok, budaya, bahkan agama sekalipun. Sesuatu yang sangat universal," kata Mu'arif yang juga anggota majelis pustaka dan informasi PP Muhammadiyah, Jumat (18/11/2022).
"Kemudian tentang gagasan Islam berkemajuan. Istilah Islam berkemajuan pada waktu itu sudah populer, mungkin setara Islam modern zaman sekarang. Jadi berislam tapi bisa beradaptasi dengan zaman itulah Islam berkemajuan," tambahnya.
Ide tentang rasionalisme atau pemikiran berdasarkan akal sehat juga dikatakan memberi pengaruh besar bagi bangsa. Istilah bahwa agama sejalan dengan akal sehat atau rasionalisme beragama lewat gerakan ijtihad merupakan hal yang dipopulerkan dan mewarnai bangsa.
Gerakan dakwah dan pendidikan Muhammadiyah disebut Mu'arif adalah yang paling ekeftif membangun kesadaran berbangsa. Karena melalui gerakan ini, seruan tentang kemerdekaan mulai diajarkan kepada masyarakat saat itu.
"Karena ada satu muatan materi dalam pendiikan Muhammadiyah di awal-awal itu ada seruan tentang kemerdekaan. Tapi bukan kemerdekaan dalam artian seperti layaknya negara merdeka, tapi bisa diartikan kebebasan menentukan nasib sendiri. Ini sangat penting jadi prototipe kesadaran nasionalisme di Indonesia," ujarnya.
Untuk kehidupan bangsa saat ini, nilai yang perlu dipupuk masyarakat Indonesia dan sejalan dengan nilai Muhammadiyah dikatakannya adalah semangat kosmopolitanisme yang terbuka untuk menerima pemikiran dari berbagai sumber. Namun meski terbuka dengan pemikiran lain, tetap ada filter dan penterjemahannya sesuai budaya lokal.
"Karena Muhammadiyah sejak awal berdiri, meskipun gerakannya lokal tapi ide-ide yang menopang gerakan ini datang dari banyak penjuru. Tapi kemudian ada proses filter dan proses penerjemahan dalam budaya setempat," katanya.
"Kosmopolitanisme itu bisa menerima pemikiran dari manapun tapi terseleksi dulu kemudian diterjemahkan dalam budaya masing-masing. Jadi ada prinsip reformasi 'Almuhafadzotu ala qodimisholih wal akhdu biljadidi aslah.' (Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik) Ini cocok dengan Muhammadiyah karena banyak mengadopsi itu," tambahnya.