REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban menegaskan akan berpegang teguh pada interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam atau Syariah. Hal ini sekaligus menggarisbawahi niat kelompok itu melanjutkan kebijakan yang diterapkan sejak mengambil alih Afghanistan, lebih dari setahun yang lalu.
Selama tahun-tahun sebelumnya saat berkuasa di akhir 1990-an, Taliban diketahui melakukan eksekusi publik, cambuk dan rajam, terhadap mereka yang terbukti bersalah dan dihukum karena kejahatan di pengadilan Taliban.
Setelah mereka menyerbu Afghanistan pada Agustus 2021, ketika pasukan Amerika dan NATO berada di minggu-minggu terakhir penarikan mereka dari negara itu setelah 20 tahun perang, Taliban pada awalnya berjanji untuk lebih moderat dan mengizinkan hak-hak perempuan dan minoritas.
Namun sebaliknya, mereka telah menindak lebih keras atas hak dan kebebasan. Perempuan dilarang berada di taman, pasar malam, pusat kebugaran, bahkan untuk sebagian besar bentuk pekerjaan.
Dilansir di Washington Post, Jumat (18/11/2022), perempuan di negara itu diperintahkan untuk menutupi diri dari ujung kepala sampai ujung kaki. Di sisi lain, anak perempuan dilarang pergi ke sekolah setelah kelas enam. Taliban juga melakukan pembatasan terhadap musik dan media.
Menurut juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, Hibatullah Akhunzada selaku pemimpin tertinggi kelompok tersebut telah bertemu dengan hakim Taliban beberapa hari yang lalu. Mereka diinstruksikan untuk menerapkan hukum Syariah dalam keputusan mereka.
Mujahid mengatakan instruksi ini mendorong persepsi bahwa hukum Islam telah ditinggalkan di Emirat Islam, sebagaimana Taliban menyebut pemerintahan mereka. Tapi bukan itu masalahnya, tambahnya.
“Bukan berarti Emirat Islam tidak menerapkan aturan-aturan Allah SWT sejak berkuasa. Sebaliknya, emirat Islam berkomitmen untuk menerapkan semua hukum Syariah sejak hari pertama,” ujar dia.
Video dan foto pejuang Taliban yang menghukum orang karena berbagai pelanggaran sering muncul di media sosial dalam 15 bulan terakhir, meskipun para pejabat tidak pernah mengonfirmasi insiden ini.
Di provinsi Bamiyan, seorang pria dan wanita muda ditangkap dan dicambuk di depan umum masing-masing 39 kali. Seorang saksi yang tinggal di daerah tersebut menyatakan hukuman ini diberlakukan karena mereka diduga memiliki hubungan di luar nikah.
Warga yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan, mengatakan dia pergi ke stadion Shaheed Mazari di mana hukuman itu terjadi. Ratusan penduduk setempat menonton tetapi dilarang mengambil foto dan merekam. Taliban tidak dapat segera dihubungi untuk mengomentari insiden tersebut.
Kelompok pemberontak ini telah berjuang dalam transisi mereka dari pemberontakan dan peperangan ke pemerintahan, di tengah kemerosotan ekonomi dan penolakan masyarakat internasional atas pengakuan resmi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan semakin khawatir pembatasan pendidikan anak perempuan, serta langkah-langkah lain yang membatasi kebebasan dasar, akan memperdalam krisis ekonomi Afghanistan dan menyebabkan ketidakamanan, kemiskinan dan isolasi yang lebih besar.