Jumat 18 Nov 2022 19:55 WIB

Prof Haedar: Kita Diajari di Muhammadiyah Jangan Cari Jabatan 

Prof Haedar menggarisbawahi tentang makna berkhidmah di Muhammadiyah

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kiri), menggarisbawahi tentang makna berkhidmah di Muhammadiyah
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kiri), menggarisbawahi tentang makna berkhidmah di Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menilai, Muhammadiyah perlu reformasi organisasi dan kaderisasi. Walaupun sudah terbilang modern, tapi harus semakin beradaptasi dengan teknologi IT yang semakin canggih. 

Dia melihat, pemilihan dalam tanwir maupun muktamar full e-voting sudah menjadi pelopor pertama organisasi yang menerapkan sistem tersebut. Sekaligus, kembali membuktikan Muhammadiyah tidak pernah cemas dengan hal-hal negatif yang ada. 

Baca Juga

Sebab, Haedar mengingatkan, di balik sistem itu ada kepercayaan, ada amanah dan ada integritas warga, kader dan pimpinan Muhammadiyah maupun Aisyiyah. 

Sebagai pimpinan, dia juga merasa, tidak ada yang abadi, termasuk posisi dan jabatan. 

"Kita diajari di Muhammadiyah jangan mencari jabatan, sekali diberi amanah tunaikan dengan baik, dan ketika tidak diberi amanah tetap berkhidmat," kata Haedar, Jumat (18/11/2022). 

Pesan itu meniscayakan gelombang baru penerimaan SDM yang begitu rupa harus kita beri jalan ke depan. Ada 64 persen milenial z dan post z yang alam pikirnya beda bahkan mulai ragu tentang agama dan keberadaan organisasi keagamaan itu sendiri.

"Di situ pentingnya kaderisasi dan pengembangan sumber daya manusia yang harus terencana sebaik-baiknya," ujar Haedar. 

Kemudian, dia mengingatkan, integrasi amal usaha harus dilakukan Muhammadiyah. Sebab, amal usaha merupakan modal besar yang tidak dimiliki organisasi lain, dan ketika amal usaha maju, persayrikatan maju, persyarikatan maju, dan amal usaha maju. 

Muhammadiyah, lanjut Haedar, dihargai karena kekuatan amal usaha yang inklusif untuk semua. Ketika yang lain bicara Islam rahmatan lil alamin, Muhammadiyah senantiasa membuktikan lewat amal-amal usaha, Islam memang hadir untuk semua. 

Haedar menekankan, kekuatan ekonomi bisa sangat mempengaruhi politik. Karenanya, dia berpendapat, melalui kekuatan ekonomi yang kuat inilah umat Islam justru dapat pula diangkat martabatnya jadi umat yang yadul ulya (tangan di atas).

"Insya Allah, kita akan mampu menggerakkan itu, secara sistemik, perlahan tapi pasti tanpa perlu cara-cara instan," kata Haedar. 

Selain itu, ada peran keumatan kebangsaan dan kemanusiaan semesta, yang mana Muhammadiyah membangun keseimbangan. Sehingga, umat bisa maju, bangsa bisa maju, sekaligus peran-peran kesemestaan (global) bisa dijalankan secara tersistem. 

Haedar meyakini, dengan peran-peran besar itu akan mampu menjalani peran-peran strategis Muhammadiyah ke depan. Sebab, selain modal besar sudah Muhammadiyah miliki, semua dibingkai prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah yang membumi.

Dengan begitu, Muhammadiyah mampu mengembangkan Islam yang rahmatan lil alamin tanpa tercerabut dari keislaman dan keindonesiaan. Cerah mencerahkan, lalu bermartabat, menjadi uswah hasanah, membawa kemajuan Muhammadiyah untuk esok. 

"Dengan semangat yang sama, mari kita jadikan muktamar besok tetap menjadi bermartabat, uswah hasanah dan membawa kemajuan bagi umat dan bangsa," ujar Haedar. (wahyu Suryana) 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement