REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek strategis pembangunan Jalan tol Serpong-Balaraja masih terus berlangsung hingga saat ini. Meski terkesan berjalan lancar ternyata pembangunan Jalan tol ini menghadapi banyak hambatan, salah satunya pengadaan tanah yang masih bersengketa.
Pengadaan tanah yang bersengketa itu berujung dikonsinyasikannya uang ganti rugi tanah yang terkena jalan tol tersebut oleh Panitia Pengadaan Tanah di Pengadilan Negeri Tangerang. Pemilik Kantor Hukum Endang Hadrian & Partners, advokat Endang Hadrian mengungkapkan salah satu kasus sengketa tanah jalan tol Serpong-Balaraja yang uang ganti ruginya dititipkan/dikonsinyasikan di PN Tangerang adalah seperti yang dialami oleh kliennya dalam perkara No. 330/Pdt.G/2022/PN.Tng yang baru diputus pada 18 November 2022 ini.
Endang mengatakan kasus ini bermula ketika pada 2021, Panitia Pengadaan Tanah sudah mendaftarkan kliennya sebagai pemilik tanah seluas 10 ribu meter persegi di daerah BSD. Tanah itu terkena proyek Jalan Tol Serpong-Balaraja seluas 6.259 M2, NIB 217.
"Ketika uang ganti rugi tanahnya hendak dibayar oleh panitia kepada klien kami, tiba-tiba ada klaim dari pihak lain yang mengaku-ngaku ahli waris pemilik tanah tersebut," kata Endang dalam keterangannya pada Ahad (20/11).
Endang menyebut pihak yang mengaku ahli waris itu memiliki nomor girik yang sama. Namanya juga hampir sama, tetapi berbeda orang (berbeda subjek hukumnya).
"Akibatnya pembayaran uang ganti rugi tanah yang seharusnya diberikan kepada klien kami oleh Kementerian PUPR justru dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri Tangerang sampai sengketa kepemilikan tanahnya diselesaikan di Pengadilan," ujar Endang.
Endang lalu mengajukan gugatan perdata terhadap pihak yang mengaku-ngaku ahli waris pemilik tanah itu dengan register perkara No. 330/Pdt.G/2022/PN.Tng di Pengadilan Negeri Tangerang. Hal ini guna mempertahankan hak kliennya selaku pemilik tanah yang berhak menerima pembayaran uang ganti rugi dari Kementerian PUPR. Kemudian, perkara ini sudah diputus pada 18 November 2022 oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
"Dalam putusan tersebut klien kami dimenangkan dan dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas tanah. Artinya klien kami yang berhak mengambil uang ganti rugi Jalan TOL yang dititipkan di Pengadilan itu," ucap Endang.
Sementara itu, sebaliknya pihak lawan dinyatakan majelis hakim telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengaku-ngaku pemilik tanah itu tanpa hak. Bahkan bukti giriknya sudah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum.
Atas dasar itu, Endang menghimbau masyarakat yang tanahnya terkena proyek strategis seperti jalan tol agar lebih hati-hati. Sebab menurutnya, kasus-kasus seperti ini sering muncul ketika ada proyek jalan tol.
"Yang penting ketika terjadi sengketa masyarakat harus berani memperjuangkan meskipun harus ke pengadilan," ucap Endang.