Ahad 20 Nov 2022 14:27 WIB

Garam Langka dan Mahal, Usaha Pengolahan Ikan Asin Terancam Gulung Tikar

Tingginya harga garam itu dikarenakan rendahnya produksi garam petani.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja mengumpulkan garam yang bisa dipanen di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat. ilustrasi
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Pekerja mengumpulkan garam yang bisa dipanen di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Minimnya produksi dan melambungnya harga garam petani akibat singkatnya musim kemarau tahun ini, telah berdampak pada home industry pembuatan ikan asin di Kabupaten Indramayu. Pelaku usaha tersebut terancam gulung tikar akibat sulitnya memperoleh garam.

Kondisi itu seperti yang dialami puluhan perajin ikan asin maupun ikan dendeng di wilayah pesisir pantura Eretan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Selain harga garam yang melonjak, faktor cuaca yang sering tidak bersahabat juga semakin memberatkan para pelaku usaha tersebut.

Baca Juga

Kepala Desa Eretan Wetan, Edi Suhaedi, menyebutkan, terdapat sekitar 20 home industry pengolahan ikan di desanya yang kini terancam tidak bisa lagi berproduksi. "Harga garam sekarang naik," ujar Edi, Ahad (20/11/2022).

Di wilayah tersebut, harga garam krosok di tingkat pedagang sudah mencapai Rp 4.000 per kilogram. Tingginya harga garam itu dikarenakan rendahnya produksi garam petani akibat kemarau basah pada tahun ini.

Edi mengungkapkan, para pelaku usaha pengolahan ikan sebenarnya sudah mengantisipasi terjadinya krisis garam. Yakni dengan cara menyetok garam krosok saat harganya masih di kisaran Rp 1.000 - Rp 1.500 per kilogram.

Namun, stok garam yang disimpan di dalam gudang itu dengan cepat menyusut karena terendam air. Bahkan, adapula stok garam yang disimpan di luar gudang yang hilang karena tersapu banjir rob yang kerap melanda wilayah tersebut.

"Akhirnya simpanan garam menjadi habis. Mau beli lagi, harganya sudah keburu melambung," kata Edi.

Edi mengetahui betul kondisi itu. Pasalnya, keluarganya juga selama ini menjalankan usaha pengolahan ikan tersebut. Tak hanya kesulitan garam, lanjut Edi, kondisi cuaca yang kerap hujan juga membuat penjemuran ikan menjadi terkendala. Akibatnya, upah pekerja pun jadi membengkak sehingga makin memperberat beban pemilik usaha.

"Paling sekarang hanya menghabiskan stok garam yang masih tersisa saja. Setelah itu stop produksi," tukas Edi.

Hal senada diungkapkan pemilik usaha ikan asin lainnya, Wandi. Dia bahkan telah merumahkan para pekerjanya sejak beberapa minggu lalu akibat kesulitan garam dan cuaca yang tidak menentu.

"Karena stop produksi, jadi pekerja diistirahatkan dulu," terang Wandi.

Wandi mengaku tidak tahu kapan akan mulai mempekerjakan para pekerjanya kembali. Pasalnya, garam krosok yang menjadi salah satu bahan baku pembuatan ikan asin sulit diperoleh. 

Selama ini, Wandi membeli garam krosok dari para petani garam di daerah Cilet Kecamatan Kandanghaur dan daerah Santing Kecamatan Losarang. "Kalau pakai garam kemasan, ampun deh. Harganya lebih mahal dari garam krosok," ujar Wandi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement