Ahad 20 Nov 2022 22:00 WIB

Gedung Terater Tertua di Beijing Kena Imbas Pembatasan Akibat Covid-19

Jixiang Theater di distrik perbelanjaan pusat kota Wangfujing dibangun pada 1906.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
 Seorang wanita melakukan swab tenggorokan COVID-19 secara rutin di tempat pengujian virus corona di sepanjang jalur pejalan kaki di Beijing, Kamis, 3 November 2022. Partai Komunis yang berkuasa memberlakukan kebijakan Nol COVID yang telah menutup area di seluruh China untuk minggu untuk mencoba mengisolasi setiap kasus.
Foto: AP/Andy Wong
Seorang wanita melakukan swab tenggorokan COVID-19 secara rutin di tempat pengujian virus corona di sepanjang jalur pejalan kaki di Beijing, Kamis, 3 November 2022. Partai Komunis yang berkuasa memberlakukan kebijakan Nol COVID yang telah menutup area di seluruh China untuk minggu untuk mencoba mengisolasi setiap kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berbagai pertunjukan di salah satu gedung teater tertua dan terkenal di Beijing, Jixiang Theater, kembali menghadapi penangguhan. Hal ini terjadi akibat kebijakan lockdown yang dilakukan pemerintah guna meredam gelombang baru COVID-19 di ibu kota China.

Jixiang Theater di distrik perbelanjaan pusat kota Wangfujing awalnya dibangun pada tahun 1906. Baru-baru ini teater dipindahkan ke lantai 8 sebuah pusat perbelanjaan yang juga menampung pertokoan dan restoran cepat saji.

Baca Juga

Tempat ini terkenal dengan pertunjukan opera Peking dan bentuk seni tradisional lainnya. Pertunjukan akan dilanjutkan pada 27 November, meski wacana perpanjangan lockdown masih sangat mungkin.

Dilansir dari AP, Ahad (20/11/2022), China melaporkan 24.263 kasus baru pada Sabtu, 515 di antaranya di Beijing. Sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Meskipun demikian, lockdown dan pembatasan sosial secara ketat diberlakukan di China, dimana otoritas setempat mengimbau warganya tidak meninggalkan rumah kecuali dalam keadaan mendesak.

Restoran, pusat perbelanjaan, dan toko yang dianggap tidak penting telah ditutup dan lalu lintas pejalan kaki di tempat yang masih buka jauh berkurang. Deteksi satu kasus atau bahkan kontak dekat dari orang yang terinfeksi dapat memaksa penutupan seluruh gedung perkantoran atau blok apartemen.

Akses ke Peking University di Beijing juga telah ditangguhkan sejak Rabu. Orang-orang yang mengunjungi pasar tradisional di tenggara kota, tempat ditemukannya kasus, diperintahkan untuk isolasi di sebuah hotel dengan biaya sendiri.

Kota metropolis selatan Guangzhou berencana membangun fasilitas karantina untuk hampir 250 ribu orang. Guangzhou, kota berpenduduk 13 juta orang, adalah yang paling terdampak wabah sejak awal Oktober.

Sementara angka infeksi China jauh lebih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya. Otoritas setempat berusaha mengisolasi setiap kasus di bawah kebijakan guna merealisasikan kebijakan “zero-covid”. Penutupan publik area, sekolah, dan pusat bisnis yang berulang kali memicu frustasi dan ketegangan dengan petugas kesehatan.

Kebijakan tersebut juga menimbulkan kerusakan besar pada perekonomian di China dan rantai pasokan global. Akses ke zona industri Zhengzhou yang menjadi rumah bagi pabrik iPhone terbesar di dunia dihentikan bulan ini menyusul wabah yang meningkat. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement