REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lembaga pemantau nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengecam penembakan ke arah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia. IAEA mengatakan serangan itu menimbulkan risiko bencana besar.
IAEA mengatakan lebih dari lusinan ledakan mengguncang PLTN terbesar di Eropa itu pada Sabtu (19/11) sore dan Ahad (20/11/2022) lalu. Moskow dan Kiev saling menyalahkan satu sama lain atas penembakan ke PLTN tersebut seperti yang mereka lakukan beberapa bulan terakhir.
Kepala IAEA Rafel Grossi mengatakan berita tentang ledakan di PLTN itu sangat mengganggu. "Ledakan yang terjadi di lokasi PLTN besar ini sama sekali tidak bisa diterima, siapa pun dalangnya, harus segera menghentikannya, seperti yang sudah saya katakan berulang kali sebelumnya, anda bermain dengan api," kata Grossi dalam pernyataannya, Ahad.
Tim IAEA di lapangan mengutip informasi dari manajemen PLTN yang mengatakan ada beberapa gedung, sistem dan peralatan yang rusak. Tetapi sejauh ini tidak terjadi kerusakan pada sistem keamanan dan keselamatan nuklir.
Di pernyataannya itu Grossi mengatakan tim di lapangan berencana menggelar asesmen pada Senin (21/11/2022) ini. Operator PLTN Rusia, Rosenergaotom mengatakan akan ada pembatasan pada apa yang biasa diperiksa tim itu.
"Mereka menafsirkan mandat mereka tidak terbatas, bukan itu yang terjadi," kata penasihat CEO Rosenergoatom Renat Karchaa pada kantor berita Tass.
"Bila mereka ingin memeriksa fasilitas yang tidak ada hubungannya dengan keamanan nuklir, aksesnya akan ditolak," katanya.
Berulang kali tembakan ke PLTN Zaporizhzhia yang terletak di selatan Ukraina menimbulkan kekhawatiran insiden besar. PLTN itu 500 kilometer dari lokasi bencana nuklir terbesar di dunia, Chernobyl yang terjadi tahun 1986.
Sebelum Rusia menginvasi negara tetangganya PLTN itu berkontribusi pada seperlima listrik Ukraina. Berkali-kali yang beroperasi dengan generator cadangan. PLTN itu memiliki enam pendingian air VVER-1000 V-320 zaman Uni Soviet dan moderasi air Uranium 234.
Reaktornya mati tapi terdapat risiko bahan bakar nuklir terlalu panas bila listrik ke sistem pendingin mati. Tembakan berkali-kali mematikan jaringan listrik ke PLTN itu. Ditanya stasiun televisi Prancis, BFM apakah ia berecana mendatangi Zaporizhzhia, Grossi menjawab "tentu" tapi ia tidak memberikan detailnya.