Senin 21 Nov 2022 22:54 WIB

Kesulitan Mendengar Dikaitkan dengan Risiko Demensia

Orang yang kesulitan mendengar lebih berisiko terkena demensia.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Orang yang kesulitan mendengar lebih berisiko terkena demensia.
Foto: Piqsels
Orang yang kesulitan mendengar lebih berisiko terkena demensia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang dewasa didesak untuk mencermati jika ada perubahan dalam pendengaran. Pasalnya, kesulitan mendengar pembicaraan jarak dekat jika lingkungan sekitarnya bising dikaitkan dengan risiko pengembangan demensia.

Hal itu terbukti dalam sebuah penelitian terhadap 82 ribu orang yang berusia di atas 60 tahun. Orang yang mengalami kesulitan mendengar pembicaraan di lingkungan yang bising rupanya memiliki risiko mengidap demensia yang lebih besar.

Baca Juga

Demensia merupakan istilah umum untuk kondisi yang ditandai dengan kehilangan ingatan dan kesulitan dengan bahasa dan keterampilan berpikir lainnya. Sisi baiknya, studi menambahkan bukti yang menunjukkan masalah pendengaran mungkin bukan hanya gejala demensia, tetapi faktor risiko.

"Hasil studi ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran dalam kebisingan dapat mewakili target yang menjanjikan untuk pencegahan demensia," kata penulis studi, Thomas Littlejohns, yang merupakan ahli epidemiologi dari Universitas Oxford.

Para peneliti memanfaatkan basis data Biobank Inggris yang dibuat untuk mencari tahu hubungan antara genetika, faktor lingkungan, dan hasil kesehatan di sebagian besar populasi Inggris. Risiko demensia dianalisis pada perempuan dan laki-laki yang bebas dari demensia. Pendengaran mereka dinilai pada awal penelitian.

Para peserta diuji pendengarannya dalam kebisingan, yaitu kemampuan untuk menyimak potongan pembicaraan di lingkungan yang bising. Dalam hal ini, para peserta diminta mengenali angka yang diucapkan dengan latar belakang kebisingan.

Setelah 11 tahun atau lebih, 1.285 peserta telah mengembangkan demensia. "Peserta yang memiliki pendengaran lebih buruk memiliki risiko hampir dua kali lipat terkena demensia dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendengaran yang baik," ujar Littlejohns.

Sekitar setengah dari orang-orang dalam penelitian yang memiliki pendengaran yang tidak memadai saat berbicara tidak menyadari adanya gangguan pendengaran saat diminta untuk melaporkannya. Itu juga berlaku pada sekitar 42 persen peserta yang hasil tesnya buruk. 

Tim peneliti juga mempertimbangkan mengenai keterkaitan gangguan pendengaran dengan faktor lain yang diketahui memengaruhi risiko demensia. Sebut saja isolasi sosial dan depresi, yang keduanya mungkin terjadi jika orang mengalami kesulitan mendengar.

Untuk memastikannya, Littlejohns dan rekan-rekannya membuat beberapa perbandingan guna melihat pengaruh terhadap kinerja pendengaran. Itu untuk membuktikan gangguan pendengaran benar-benar dipengaruhi oleh demensia yang tidak terdeteksi.

Hasilnya, risiko demensia yang ditunjukkan oleh kesulitan pendengaran tidak lebih buruk dibandingkan peserta studi yang mengembangkan demensia lebih cepat. Hasilnya hampir sama, baik pada pasien yang mengidap demensia setelah tiga tahun maupun setelah sembilan tahun.

Ini bukan studi pertama yang menemukan hubungan antara gangguan pendengaran dan demensia. Akan tetapi, tim mengatakan itu adalah yang pertama untuk menyelidiki risiko demensia dan kemampuan pendengaran di lingkungan yang bising.

"Penting untuk diingat jenis desain studi ini tidak dapat menyimpulkan kausalitas, tetapi ini menambah literatur, bahwa gangguan pendengaran dapat menjadi target yang dapat dimodifikasi untuk mengurangi risiko pengembangan demensia," ungkap Littlejohns. Hasil studi telah dipublikasikan di Alzheimer's & Dementia: The Journal of the Alzheimer's Association, dikutip dari laman Science Alert, Senin (21/11/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement