REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendaraan bermotor berkontribusi signifikan terhadap buruknya kualitas udara di Jakarta. Penerapan standar emisi kendaraan dinilai efektif menurunkan tingkat emisi. Namun diperlukan upaya-upaya lebih guna menurunkan tingkat emisi dari sektor transportasi.
Periset ICCT Aditya Mahalana mengungkapkan, untuk kendaraan penumpang bensin, penerapan standar emisi Euro 2 pada tahun 2007 berdampak pada penurunan emisi kendaraan yang signifikan.
“Apabila dinyatakan dalam basis gram per kilometer, emisi NOx, CO, dan HC dari kendaraan dengan standar emisi Euro 2 yang diukur selama studi ini masing-masing 94%, 77%, dan 72% lebih rendah daripada emisi dari kendaraan yang dibuat sebelum tahun 2007. Penurunan lebih lanjut sebesar 58% untuk emisi NOx median dan 49% untuk emisi CO median diamati untuk kelompok kendaraan ini dengan diperkenalkannya standar Euro 4 pada 2018,” kata Aditya Mahalana dalam webinar Pengukuran Remote Sensing dan Dampak Emisi Kendaraan Bermotor terhadap Kualitas Udara Jakarta, yang diselenggarakan Katadata dan TRUE Initiative, Selasa (22/11/2022).
Hal tersebut tercermin dalam studi yang dilakukan The Real Urban Emissions (TRUE) Initiative, dan di Implementasikan oleh the International Council on Clean Transportation (ICCT) bekerja sama dengan ITB dan didukung oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
TRUE Initiative adalah sebuah inisiatif dari FIA Foundation dan ICCT yang bertujuan untuk menyediakan data bagi kota-kota mengenai emisi real-world dari armada kendaraan dan juga memberikan informasi teknis yang dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan strategis.
Aditya menambahkan, penerapan standar Euro 2 untuk kendaraan penumpang diesel menghasilkan penurunan emisi yang lebih sedikit-45% untuk NOx, 20% untuk CO, dan 18% untuk HC.
Median emisi NOx dari kendaraan penumpang diesel Euro 2 adalah 8-19 kali emisi versi bensin yang diproduksi pada tahun yang sama. Lebih jauh, emisi NOx dari kendaraan penumpang diesel Euro 2 kira-kira 7 kali lebih tinggi daripada emisi dari model bensin dengan standar emisi Euro 2.
“Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa hanya sedikit peningkatan emisi truk diesel yang dicapai dalam dekade terakhir. Untuk truk diesel tugas berat dan ringan dengan standar emisi Euro 2/II, telah terbukti, termasuk mobil penumpang bensin pra-Euro 2 dan semua mobil penumpang diesel,” kata Aditya.
Untuk mengatasi peningkatan emisi NOx dan juga parameter emisi lainnya dari kendaraan diesel dan untuk terus meningkatkan performa emisi real-world pada semua jenis kendaraan, studi ini merekomendasikan agar Indonesia mengembangkan rencana dan jadwal untuk penerapan standar emisi Euro 6/VI.
Lebih lanjut, penerapan Euro 6/VI akan memastikan bahwa teknologi pengendalian emisi terbaik yang tersedia, seperti filter partikulat diesel dan sistem reduksi katalitik selektif, dapat digunakan untuk kendaraan dan mesin baru.
Professor Puji Lestari dari Institut Teknologi Bandung memaparkan, bahwa analisis data yang dikumpulkan dimaksudkan untuk memberikan bukti dan dukungan untuk tindakan di masa depan, sehingga dampak kendaraan bermotor terhadap kualitas udara dan kesehatan dapat diatasi.
Sebab, polusi udara menjadi ancaman bagi orang-orang yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta. Polisi udara juga mempunyai kaitan erat atas dampak pencemaran udaranya terhadap kesehatan, termasuk ke paru-paru. Faktor utama penyebab polisi udara, khususnya di Jakarta, disebabkan dari sektor transportasi.
Pada dasarnya, kata Puji, sektor transportasi mempunyai kontribusi sangat besar terhadap polisi udara di Jakarta. Populasi kendaraan di Jakarta ini didominasi oleh kendaraan penumpang, yakni 80-90 ribu kendaraan.
“Metode studi yang dilakukan menggunakan remote sensing. Metode tersebut hanya mengukur kendaraan dari sisi jalan. Tidak harus memberhentikan kendaraan. Bahwa remote sensing mempunyai peranan penting di dalam mendukung kebijakan. Saat ini harusnya sudah EURO 4,” kata Puji.
Studi ini dilakukan dari Januari hingga April 2021. Selama kurun waktu tersebut, para peneliti dari ITB mengumpulkan total sampel mentah sebanyak 187,642 pengukuran, di mana termasuk ke dalamnya jumlah total percobaan pengukuran emisi kendaraan selama periode tersebut. Setelah proses validasi data dan pembersihan data, ada 93,188 data emisi kendaraan yang dianggap valid dan dimasukan kedalam analisis.
Analisis yang dilakukan berfokus kepada jenis kendaraan penumpang, taksi, bus, kendaran tugas berat, kendaraan tugas ringan dan sepeda motor. Kendaraan lain seperti truk sampah, ambulan dan kendaraan roda tiga tidak terwakili dalam studi ini dan dikecualikan dalam studi ini.
Pada tahun 2019, Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara, dan menurut Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 yang dikeluarkan oleh AQ Air, Jakarta menempati peringkat ke-12 di antara ibu kota dunia dalam hal rata-rata konsentrasi PM2.5 tahunan (39,2 μg/m3), tingkat yang jauh melebihi nilai Pedoman Kualitas Udara Organisasi Kesehatan Dunia sebesar 5 μg/m3.
Pada tahun 2015, Bank Dunia memperkirakan dampak moneter dari tingkat polusi udara yang tinggi di Jakarta mencapai 16 miliar dolar Amerika Serikat, bila dibandingkan dengan anggaran kesehatan nasional pada tahun yang sama, angka ini 3 kali lipat jumlahnya. Beban ini terutama bersurmber dari dampak polusi udara terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kota.
“Data emisi ini diharapkan bisa memberikan informasi yang sangat penting kepada pemangku kebijakan dalam menangani polusi udara, terutama di sektor transportasi,” ujar Puji.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Yusiono A Supalal, menilai, remote sensing technology bisa digunakan untuk menginventarisasi terkait data kendaraan yang membuat polusi udara.
Menurutnya, perkembangan teknologi inilah yang harusnya bisa gunakan untuk sesuatu yang positif. Teknologi remote sensing nantinya bisa dikolaborasikan dengan kebijakan yang sudah dilakukan atau berjalan di Ibu Kota.
Misalnya saja, saat ini Pemprov DKI Jakarta sedang berlangsung pengujian emisi kendaraan. Terdapat 300 titik tempat pengujian emisi, termasuk di bengkel-bengkel.
Teknologi ini bisa memastikan kendaraan yang telah diuji di bengkel, dapat diuji juga ketika berada di jalan raya. Alhasil, teknologi remote sensing bisa menjadi masukan juga untuk Pemprov DKI Jakarta.
Paling tidak, kata dia, ada dua sisi dari teknologi remote sensing dalam mengukur emisi kendaraan. Pertama dari sisi kebijakan dan kedua dari sisi teknologi. Teknologi akan membantu pengambilan kebijakan.
“Contohnya, kendaraan yang berusia di atas 10 tahun akan menghasilkan emisi buruk. Kebijakan apa yang harus diambil? Maka Pemprov DKI membatasi usia angkutan umum maksimal 10 tahun. Ini sudah kami terapkan dan terbukti, kendaraan yang memiliki usia muda maka emisinya juga rendah. Intinya Pemprov DKI mengambil kebijakan dari data yang didapatkan agar tidak salah sasaran dalam membuat kebijakan,” kata Yusiono.
Pelaksana pada Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Patia J Monangdo mengatakan, implementasi green transportation sangat diperlukan.
Secara global, menurut dia, sektor transportasi adalah penyumbang terbesar pertama emisi karbondioksida pada lingkungan. Transportasi darat adalah kontributor terbesar terhadap emisi karbondioksida baik secara global maupun domestik pada area urban. Di Jakarta, 78% emisi karbondioksida berasal dari transportasi darat.
Oleh sebab itu, saat ini pemerintah sedang melakukan percepatan program pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBBB). Peta jalan pengembangan KBLBB berisikan panduan penguasaan komponen utama yang terdiri dari baterai, motor listrik dan konverter.
Industri Beterai merupakan komponen utama yang berpotensial dikembangkan di dalam negeri. Pada saat ini sudah terdapat Perusahaan Industri Baterai yang memproduksi dari Penambangan sampai dengan produksi Baterai Cell.
Pengembangan komponen utama lyakni motor listrik dan inverter sangat tergantung pada economic of scale/volume.
“Kami berpendapat bahwa project ini sangat baik untuk bisa membantu Kemenperin untuk mengumpulkan data dan menjadi dasar pemerintah merumuskan kebijakan ke depan,” kata Patia.