REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Reruntuhan bangunan rumah milik warga terdampak gempa 5,6 magnitudo di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menjadi salah satu hambatan dalam pendistribusian bantuan. Bantuan bersama Tim Polres Garut yang menuju Kampung Babakan Renyom, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, beberapa kali terhenti karena terhambat material bangunan rumah warga yang ambruk ke arah jalan.
Jarak tempuh dari Jalan Raya Nagrak menuju Kampung Babakan Renyom harus ditempuh dengan waktu satu jam lebih. Menurut Aiptu Dede Mulyana Buldan perwira Tim SAR Polres Garut, informasi yang mereka terima dari Bhabinkamtibmas wilayah setempat, jalan menuju lokasi dapat dilalui dengan truk.
"Makanya kami menggunakan truk, selain itu kapasitas muatan bantuan yang disalurkan jadi lebih besar," kata Buldan ditemui di lokasi, Rabu (23/11/2022).
Material bangunan rumah warga yang ambruk masih terlihat terbengkalai. Di hari kedua setelah gempa ini warga masih fokus untuk mendirikan tenda-tenda pengungsian sementara, serta mencukupi kebutuhan logistiknya.
Personel Polres Garut membawa bantuan kemanusiaan dari Polri untuk disalurkan ke wilayah yang terdampak berat gempa, salah satunya Kampung Babakan Renyom. Batuan yang disalurkan anggota Polres Garut berupa 1 ton beras, 70 dus mi instan, 20 dus vitamin, dua dus pampers, 40 dus air mineral, satu dus pasta gigi, serta 40 dus paket masker dan sanitizer.
Selain reruntuhan material bangunan yang ambruk, tantangan lainnya adalah ruas jalan yang retak dan longsor. Kendaraan pengangkut logistik harus lebih berhati-hati melintas.
Tidak hanya itu, ruas jalan utama Jalan Raya Nagrak ukurannya hanya bisa dilalui dua kendaraan, sementara jalan itu terbilang padat karena jadi akses warga untuk keluar dari Cianjur menuju Puncak.
Sedangkan jalan menuju Kampung Babakan Renyom hanya bisa dilalui satu unit kendaraan besar saja. Bantuan tersebut disalurkan ke posko pengungsian warga di RT 02, RW 17 Babakan Rebyom.
Menurut Didin Maryana, Ketua RT 02, ada 99 kepala keluarga di wilayahnya yang jadi korban, hampir semua rumah warga ambruk dan rusak berat. Warganya memilih mendirikan tenda di depan rumah masing-masing karena khawatir tidak bisa ke kamar mandi kalau di posko pengungsian.
"Selain itu, posko pengungsian juga tidak cukup penuh," kata Didin yang rumahnya ambruk juga.
Hingga berita ini diturunkan, warga masih berjibaku mendirikan tenda untuk tinggal sementara. Warga membutuhkan tenda dan terpal untuk bisa berlindung dari panas dan hujan.