Investasi ilegal alias bodong kembali membuat keresahan di masyarakat belakangan ini, salah satunya kasus investasi dari Robot Trading Net89. Kasus ini menyeret sederet figur publik akibat pelaporan ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Dittipideksus Bareskrim) Polri.
Terbaru, Bareskrim Polri menetapkan tersangka lainnya, yaitu Reza Paten yang diduga melakukan penipuan dengan modus Robot Trading Net89. Penetapan itu menambah daftar nama yang didakwa menjadi otak di balik berbagai kasus investasi bodong robot trading seperti Indra Kesuma (Indra Kenz), Fakar Suhartami Pratama (Fakarich), hingga Doni Salmanan.
Investasi bodong juga menelan korban sejumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Modusnya, berkedok kerja sama usaha penjualan online dengan imbal hasil 10 persen per transaksi. Mahasiswa diminta untuk meminjam dari perusahaan pembiayaan.
Seperti dikutip dari Antara, Rabu, 23 November 2022, uang hasil pinjaman tersebut masuk ke pelaku, tetapi tidak ada barang yang diserahkan ke pembeli alias fiktif. Mahasiswa tertarik untuk ikut berinvestasi karena pelaku berjanji1 membayar cicilan utang dari pemberi pinjaman tersebut. Dalam perkembangan, pelaku ingkar janji membayar cicilan utang sehingga penagih memburu mahasiswa sebagai peminjam untuk segera membayar utang.
Aplikasi yang digunakan adalah tiga perusahaan pembiayaan dan satu teknologi finansial (tekfin/fintech) peer-to-peerlending berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Korban tercatat sebanyak 321 orang termasuk 126 orang mahasiswa IPB dengan kerugian sebanyak Rp 23 miliar. Kasus ini sudah ditangani oleh Polresta Bogor.
Terkait perkara tersebut, Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK telah berkoordinasi dengan Polresta Bogor untuk mendapatkan informasi penanganan kasus, serta dengan Rektorat IPB untuk melakukan edukasi ke mahasiswa.
SWI mencatat pada tahun 2022 terdapat 97 entitas investasi ilegal yang dihentikan oleh SWI. Adapun kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 109,67 triliun sehingga jika diakumulasikan sejak 2018 total kerugiannya mencapai Rp 123,51 triliun.
Meningkatnya kerugian masyarakat akibat investasi ilegal disebabkan kian bervariasinya jenis investasi bodong, salah satunya melalui aset kripto yang saat ini sedang tren. Masyarakat cenderung berinvestasi dalam jumlah banyak di dalam aset kripto sehingga jumlah kerugiannya juga makin banyak jika investasi kripto tersebut ternyata bodong.
Selain aset kripto, modus investasi ilegal yang sedang tren saat ini yaitu binary option. Dalam modus itu, trader diminta untuk memprediksi atau menebak harga suatu instrumen akan mengalami kenaikan atau penurunan dalam jangka waktu tertentu. Dalam skema binary option, tidak ada aset yang diperdagangkan dan ditawarkan di Indonesia melalui pialang berjangka luar negeri yang memiliki izin di Tanah Air.
Modus lainnya yakni robot trading, yaitu investasi forex dengan dalih penjualan robot trading atau penjualan e-book, di mana robot trading dijual dengan skema penjualan langsung tanpa izin dengan janji imbal hasil tetap dan komisi perekrutan anggota baru. Trading dilakukan autopilot atau otomatis tanpa campur tangan pengguna.
Money game juga menjadi salah satu modus investasi ilegal yang patut diwaspadai. Skema ini meliputi pemberian komisi dari pencarian anggota baru, tidak ada barang yang dijual, serta memberikan misi yang harus dilakukan.
Modus yang digunakan dalam money game berupa donasi yang digunakan untuk trading forex, like and share postingan di media sosial, tebak skor pertandingan bola dan dijamin uang kembali jika salah menebak, serta pembelian paket produktif fiktif dengan janji imbal hasil tetap yang tinggi.
Sejauh ini, terdapat lima ciri utama untuk mengenali investasi bodong, yakni menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru, memanfaatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, atau figur publik untuk menarik minat investasi, klaim tanpa risiko, serta legalitas tidak jelas.
Adapun yang dimaksud legalitas tidak jelas yakni tidak memiliki izin usaha, memiliki izin kelembagaan (PT, koperasi, CV, yayasan, dan lainnya) tetapi tidak punya izin usaha, serta memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.