REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Di era modern digital, negara harus tetap menjaga bahasa dan budaya agar tetap memiliki identitas serta jati diri. Hal tersebut di sampaikan oleh Tokoh NGO Sosio Budaya Malaysia Tan Sri Prof. Datuk Wira Dr. Abdul Latif Bin Abu Bakar dalam Seminar Internasional Berbahasa Indonesia (SIBI) dengan tema Arah Baru Ilmu Sosial, Politik, dan Humaniora dalam Era Masyarakat Digital untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Adapun agenda ini diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan diikuti lebih dari 120 peserta pada 23-24 November 2022. Uniknya, meski bertajuk seminar internasional, namun bahasa yang digunakan bukan Inggris, namun Bahasa melayu Indonesia sebagai upaya internasionalisasi bahasa Indonesia di mata dunia.
Lebih lanjut, Abdul menyampaikan bahwa negara Indonesia dan Malaysia memiliki nenek moyang yang satu yakni melayu. Pun dengan negara lain yang keturunan melayu dan menggunakan bahasa melayu. Abdul menyebutnya sebagai rumpun nusantara atau rumpun melayu nusantara. Menurutnya, suatu keluarga seharusnya memang tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak mengalami pertikaian.
Abdul juga mendorong agar negara-negara senantiasa melestarikan budaya dan bahasa. Sekalipun di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang kian cepat. Menurutnya, orang yang mengerti teknologi tapi tidak mengenal sosial dan budaya akan hancur. Karena hal itu merupakan sebuah identitas.
“Maka upaya pelestarian ini harus terus dilakukan. Bukan hanya oleh mereka yang tua, tapi juga para anak muda yang akan melanjutkan tonggak kepemimpinan,” tambahnya.
Selain Abdul, adapula pemateri dari sederet negara seperti Myoung Sook Kang, Habib Zarbaliyev, hingga Laurent Metzger dan lainnya. Mereka mengkaji berbagai hal sesuai dengan tema terkait sekaligus memberikan pemahaman baru.
Sementara itu, Dekan FISIP UMM Prof. Dr. Muslimin, M.Si mengatakan, tujuan seminar ini yakni sebagai upaya agar bahasa melayu Indonesia bisa menjadi bahasa dunia. Sebab, saat ini ada 59 negara yang sedang mempelajari bahasa melayu Indonesia. Selain itu juga upaya menjadikan bahasa melayu Indonesia sebagai bahasa akademik sehingga seluruh karya ilmiah bisa lebih mudah dipublikasikan.
Selain itu juga untuk memberikan kesempatan dalam bertukar pandang dan ide. Pun dengan upaya memperkuat dan mengembangkan keilmuan mellaui diskusi tentang isu terkini. Muslimin juga menegaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 mengatur tentang keharusan menggunakan bahasa Indonesia. Seperti nama gedung, jalan, apartemen, kantor, merek, lembaga pendidikan dan lainnya.
“Informasi tentang barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri atau di luar negeri dan diedarkan di indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia. Sehingga memang bahasa Indonesia harus banyak digunakan di berbagai lokasi dan kondisi,” tegasnya.
Hal serupa disampaikan oleh Wakil Rektor I UMMDr. Syamsul Arifin, M.Si. Ia sangat mengapresiasi agenda Seminar Internasional Berbahasa Indonesia (SIBI) ini. Pertama, yakni penggunaan bahasa Indonesia yang jarang dilakukan di seminar internasional. Langkah ini dianggap mampu membuat bahasa Indonesia diguunakan masyarakat dunia.
“Kemudian yang kedua adalah topik yang diangkat mengenaik sosial dan juga politik dalam konteks masyarakat digital. Tentu kita harapkan ada ide dan inovasi bagus yang bisa diasimilasikan dalam bentuk artikel maupun platform lainnya,” pungkasnya.