REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Bank Sentral Selandia Baru pada hari ini (23/11/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga terbesarnya dan menguraikan adanya pengetatan moneter dalam beberapa bulan mendatang. Hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang sangat tinggi.
Bank Sentral Selandia Baru (RBNZ) menaikkan official cash rate (OCR) sebesar 75 basis poin menjadi 4,25 persen. Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak Januari 2009. RBNZ juga meningkatkan proyeksi puncak untuk suku bunga menjadi 5,5bperaen pada September 2023.
"OCR perlu mencapai level yang lebih tinggi dan lebih cepat dari yang diindikasikan sebelumnya untuk memastikan inflasi kembali ke dalam kisaran targetnya dalam jangka menengah," kata RBNZ dalam sebuah pernyataan dikutip dari Reuters.
Sebanyak 15 dari 23 ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan komite kebijakan bank sentral akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin. Hanya saja juga ada beberapa perbedaan tentang di mana suku bunga akan mencapai puncaknya dan apakah perlu memangkasnya tahun depan.
"Pernyataan itu sangat hawkish, mengingat inflasi terlalu tinggi, lapangan kerja berada di atas kapasitas maksimumnya dan ekspektasi inflasi jangka pendek telah meningkat," tulis Capital Economics.
Capita Economics juga mengungkapkan OCR kemungkinan akan mencapai puncak di atas perkiraan yang ada sebesar 5 persen. Ekonom memperkirakan inflasi akan moderat lebih cepat daripada yang diantisipasi bank.
Dengan inflasi tepat di bawah tiga dekade tertinggi, beberapa ekonom memperkirakan suku bunga bisa mencapai 5,25 persen pada semester I 2023. Kekhawatiran bank adalah inflasi tidak dapat diperdagangkan yang mencapai rekor.
"Situasi diharapkan dapat dicegah dengan kenaikan suku bunga yang relatif lebih awal," kata Kepala Ekonom Westpac, Michael Gordon.