Konten pornografi di ruang digital tersebar luas dan berpotensi membuat banyak penggunanya terpapar. Padahal, konten pornografi jelas berbahaya bagi perkembangan otak dan kejiwaan.
Berdasar data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika di Maret 2022, konten pornografi menjadi konten yang paling banyak diadukan selain perjudian daring, penipuan, pencemaran nama baik, dan radikalisme di ruang digital. Dalam webinar bertema “Ancaman dan Bahaya Pornografi di Ruang Digital”, Selasa (22/11) di Makassar, Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Ketua Relawan TIK Pangkalpinang 2021 Ridho Akbar menjelaskan, pornografi di ruang digital Indonesia tersebar dengan sangat masif, baik melalui media sosial maupun layanan streaming online yang berbayar.
Selain itu, ada pula layanan video gim daring yang memuat konten pornografi. “Masifnya penyebaran konten pornografi di ruang digital menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, dorongan keingintahuan seksual di usia remaja membuat tantangannya kian berat,” ucap Ridho.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor I Universitas Dipa Makassar Komang Aryasa menyampaikan, kebiasaan mengakses konten pornografi sebaiknya dihindari. Karena, hal itu akan meninggalkan jejak digital yang sulit dihapuskan. “Konten pornografi yang pernah diakses akan meninggalkan jejak digital yang negatif,” ujar Komang. Agar tidak kecanduan mengakses konten pornografi, menurut Komang, perlu dicari hobi baru yang lebih positif dan meningkatkan produktivitas.
Bisa juga lewat pengaturan atau setting pada perangkat digital yang digunakan. Atau, bisa dilakukan lewat pemblokiran situs-situs yang memuat konten pornografi. “Pornografi membuat otak kita rusak di bagian pre-frontal corteks, yaitu bagian otak yang membentuk kepribadian dan perilaku sosial. Dampaknya sama merusaknya yang diakibatkan narkoba,” ujar Komang.
Sementara, Head of Partnership Division Siberkreasi Oktora Irahadi menyampaikan, upaya pencegahan penyebaran konten pornografi, harus terus dilakukan pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurutnya, selama ini pemerintah telah menggalakkan patroli siber untuk memblokir konten pornografi di ruang digital.
Namun, harus diakui, memang penelusuran konten pornografi jauh lebih tinggi dibanding konten lainnya di internet. Oktora pun mengingatkan, menyaksikan konten pornografi bisa menimbulkan banyak masalah.
Misalnya, berdampak pada berkurangnya produktivitas, hingga uang yang terbuang sia-sia untuk menikmati konten pornografi. Hal ini pun secara langsung dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup.