REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri asuransi syariah didorong untuk membuat produk yang berbasis Environment, Social, dan Governance (ESG). Ketua Islamic Insurance Society (IIS), Muhammad Zamachsyari mengatakan hingga saat ini, belum ada produk asuransi syariah berbasis hijau.
"Saat ini belum ada yang memang khusus green, paling ada yang parsial, misal sebagian investasinya sudah ke sektor tersebut, tapi secara keseluruhan produk green itu belum ada," katanya setelah Wisuda dan Seminar IIS Green Economy for Sharia Insurance di Jakarta, Rabu (23/11).
Menurutnya, asuransi syariah sangat berpotensi untuk membuat produk asuransi hijau karena kesesuaian prinsip. Maka IIS terus mendorong industri untuk mulai menginisiasi peluncurannya, di tengah kebutuhan yang akan semakin tinggi.
Saat ini, ESG terus didorong penerapannya di segala aspek dan industri, termasuk lembaga keuangan. Direktur Industri Keuangan Non-Bank Syariah Otoritas Jasa Keuangan, Kris Ibnu Roosmawati mengatakan, OJK telah mewajibkan lembaga keuangan untuk menerapkan konsep keuangan berkelanjutan.
Dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk peta jalan yang sudah diluncurkan dua kali yakni periode 2015-2019 dan 2021-2025. Salah satu outputnya juga POJK No 51 tahun 2017.
"Industri asuransi syariah juga bisa memainkan peran penting dalam ESG tersebut, sebagai lembaga yang mengusung berbagi risiko," katanya.
Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat mengatakan pengembangan asuransi syariah untuk sektor hijau ini sangat berpotensi. Bahkan dapat membuat asuransi syariah lebih unggul dari konvensional.
Konsep asuransi syariah dan ekonomi hijau sangat bersinggungan sehingga dapat lebih mudah dalam penerapannya. Industri dapat mengandalkan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait agar bisa meningkatkan penetrasi secara lebih masif.
"Secara proyek yang terkait green itu mitigasi risikonya lebih cocok menggunakan skema syariah," katanya.
Meski demikian, ia menyadari bahwa ekosistem ekonomi syariah sendiri belum terbangun dengan sempurna. Seperti produk-produk sukuk yang juga masih menggunakan asuransi konvensional, atau industri produk halal yang pembiayaannya masih dari bank konvensional.