Kamis 24 Nov 2022 23:35 WIB

Bank Dunia dan IMF: Presidensi G20 Dorong Pemulihan Ekonomi Indonesia

Bank Dunia menyebut kepemimpinan Indonesia mampu lahirkan komunike di G20

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyapa Presiden Joko Widodo saat tiba di KTT para pemimpin G20 di Nusa Dua, Indonesia. World Bank dan International Monetary Fund (IMF) menilai Indonesia mampu menyelesaikan presidensi tersulit dalam sejarah G20. Hal ini mengingat situasi geopolitik sedang memanas dan masih dalam masa pandemi Covid-19.
Foto: Kevin Lamarque/Pool via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyapa Presiden Joko Widodo saat tiba di KTT para pemimpin G20 di Nusa Dua, Indonesia. World Bank dan International Monetary Fund (IMF) menilai Indonesia mampu menyelesaikan presidensi tersulit dalam sejarah G20. Hal ini mengingat situasi geopolitik sedang memanas dan masih dalam masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Bank dan International Monetary Fund (IMF) menilai Indonesia mampu menyelesaikan presidensi tersulit dalam sejarah G20. Hal ini mengingat situasi geopolitik sedang memanas dan masih dalam masa pandemi Covid-19.

Country Director World Bank for Indonesia and Timor Leste Satu Kahkonen mengatakan saat perang Rusia Ukraina pecah, ada pertanyaan besar apakah pertemuan G20 bisa terlaksana. Adapula keraguan mungkinkah G20 mampu menghasilkan keputusan bersama.

 "Well done (bagus sekali). Hingga awal pekan sebelum puncak G20, masih banyak yang skeptis komunike bisa dibuat.Tetapi Indonesia berhasil melakukannya,” ujarnya, Kamis (24/11/2022).

Kahkonen melanjutkan, pencapaian Indonesia dalam presidensi G20 bukan hal mudah. Dia bahkan menyebutnya sebagai presidensi tersulit dalam sejarah. Disebabkan baru kali ini Indonesia memegang Presidensi G20 dan dalam kondisi global yang sulit. 

"Saya menyampaikan selamat kepada pemerintah Indonesia atas pencapaiannya dalam menyelesaikan Presidensi G20 dengan sukses," katanya.

Sementara itu Senior Resident Representative for Indonesia of IMF, James P Walsh menambahkan di tengah situasi geopolitik tidaklah mudah membangun konsensus dengan banyak negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement