REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI batal melarang lembaga survei menerima dana asing. Keputusan itu diambil setelah KPU menerima aspirasi dari pihak lembaga survei.
Batalnya KPU melarang lembaga survei menerima dana asing terlihat dari perbedaan rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada 2024, dengan PKPU yang disahkan. Dalam rancangan PKPU, aturan dana asing itu tertera dalam Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi: "Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan oleh lembaga berbadan hukum di Indonesia dan memiliki sumber dana yang tidak berasal dari pembiayaan luar negeri."
Sedangkan dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2022, tidak ada satu pun pasal yang mengatur soal lembaga survei dilarang menggunakan dana asing. Dalam Pasal 20, hanya dinyatakan bahwa lembaga survei harus menyerahkan laporan sumber dana kepada KPU setelah jejak pendapat dilakukan.
"Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: d. sumber dana yang dibuktikan dengan laporan hasil audit oleh akuntan publik sebagaimana diatur oleh undang-undang mengenai akuntan publik," demikian tercantum dalam Pasal 20.
Komisioner KPU RI August Mellaz mengatakan, pihaknya menghapus pasal larangan menerima dana asing setelah mendapat masukan dari berbagai pihak. Termasuk masukan dari pihak lembaga survei itu sendiri dan sejumlah asosiasi lembaga survei.
"Kan KPU waktu (penyusunan PKPU) melihat situasi kebutuhannya ke sana (melarang dana asing), tapi respons dari publik kan bisa berbeda," ujar Mellaz kepada wartawan di kantornya, Jumat (25/11/2022).
Mellaz menegaskan, kendati tidak ada larangan dana asing, tapi PKPU itu memuat pasal yang mengharuskan lembaga survei melaporkan sumber dananya kepada KPU. "Laporan sumber dana itu akan menunjukkan bagaimana akuntabilitas lembaga sumber, kredibilitasnya bagaimana, termasuk produk yang dihasilkan," ujarnya.
Dia menjelaskan, ketika KPU menerima laporan sumber dana lembaga survei, maka bisa diketahui apakah hasil surveinya ada tendensi keberpihakan kepada pemberi dana. Misalnya sumber dana dari pasangan calon tertentu, bisa dilihat apakah hasil survei berpihak kepada pasangan calon tersebut.
"Jadi (dengan laporan sumber dana ini), kita sejak awal membantu publik untuk memitigasi informasi yang akan dicerna," kata Mellaz. Dia pun menyebut bahwa KPU akan membuka sumber dana lembaga survei itu kepada publik.
Namun, kata Mellaz, ketentuan ini hanya berlaku bagi lembaga survei yang mendaftar untuk mendapatkan akreditasi dari KPU. Artinya, lembaga survei yang tidak mendaftar ke KPU tetap bisa melakukan jejak pendapat publik dan tidak perlu melaporkan sumber dana.
"Kalau mau diakreditasi oleh KPU, Anda harus penuhi syarat. Kalau tidak mendaftar ke KPU, kita tidak punya tanggung jawab (atas hasil surveinya)," ujar Mellaz.