REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung
Suatu hari, Rasulullah SAW keluar rumah dan masuk ke dalam masjid.Beliau menjumpai dua halaqah; ada yang membaca Alquran dan ada pula yang melakukan pembelajaran.
Lalu bersabda, Masing-masing berada di atas kebaikan. Mereka yang membaca Alquran dan berdoa, jika Allah menghendaki akan memberinya dan jika tidak menghendaki maka tidak akan memberinya.Demikian pula yang sedang belajar.Sesungguhnya aku diutus sebagai guru.Kemudian beliau duduk bersama mereka.(HR Ibnu Majah).
Kejadian tersebut memberikan pelajaran tentang kemuliaan guru dan ilmu dalam Islam, yakni; Pertama, setiap guru (dosen) adalah dai yang menyeru manusia ke jalan Allah SWT. Nabi SAW juga seorang guru yang mendidik manusia berakhlak karimah (HR Ahmad). Sepeninggal beliau, misi dakwah dilanjutkan para ulama, dai, dan mubaligh sebagai guru-guru teladan yang mewarisi risalah kenabian (HR at- Turmudzi). Guru dan ilmu begitu mulia di sisi Allah SWT dan manusia dari zaman ke zaman (QS al-Mujadalah [58]: 11).
Kedua, setiap guru memiliki tanggung jawab besar untuk membimbing anak didiknya taat kepada Allah SWT. Wahai Nabi (Muhammad), sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, dan menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya serta sebagai pelita yang menerangi. (QS al-Ahzab [33]: 45-46).
Namun, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan persoalan, sehingga dituntut ketulusan, kesungguhan dan ketangguhan (QS Yusuf [12]: 87).
Ketiga, setiap guru adalah pembelajar sejati yang tidak boleh berhenti belajar sampai mati. Ketika seorang guru berhenti belajar, ia tidak pantas lagi mengajar.
Belajar tidak hanya membaca, tetapi harus memahami, mengamalkan, dan menuliskan. Lalu, menyucikan diri agar dekat dengan Guru Agung, Allah SWT.
Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat- Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan .... (QS al-Jumu'ah [62]: 2).
Keempat, setiap guru mesti meng- upgradekompetensi dan keahlian sesuai kebutuhan anak didik (expert).
Setiap guru ada zamannya dan setiap zaman ada gurunya. Oleh karena zaman terus berubah, dibutuhkan tindakan yang berbeda dalam menangani permasalahan. Tentunya, guru utama adalah kedua orang tua yang mengajarkan akidah (tauhid), ibadah dan akhlak agar anak tetap dalam kefitrahannya (HR Bukhari).
Prof KH Didin Hafidhuddin dalam buku Membangun Kemandirian Umat(halaman 180) menekankan agar setiap guru (dai)memiliki kompetensi utama, yakni; (1)Mutafaqqieh fid-dienyakni memahami ilmu agama secara mendalam, sehingga menjadi rujukan; (2) Memahami perkembangan zaman, yakni terlibat aktif dan solutif dalam menyikapi perubahan; (3) Memiliki akhlak karimah, yakni integritas pribadi yang kuat, sehingga layak menjadi panutan.
Walhasil, menjadi guru merupakan keberuntungan. Sebab, ia termasuk penerus dakwah Nabi Muhammad SAW. Seorang guru adalah pribadi yang beriman, berilmu, beramal, dan berakhlak mulia. Itulah guru berkeadaban yang menjadi teladan dalam kehidupan. Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2022.Allahu a'lam bissawab.