Jumat 25 Nov 2022 22:18 WIB

Semakin Dekat dengan Allah SWT, Seorang Muslim akan Malu Ajukan Permintaan

Kedekatan dengan Allah SWT bisa dicapai dengan komitmen dan istiqamah

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Beribadah menuju kedakatan dengan Allah SWT/ilustrasi. Kedekatan dengan Allah SWT bisa dicapai dengan komitmen dan istiqamah
Beribadah menuju kedakatan dengan Allah SWT/ilustrasi. Kedekatan dengan Allah SWT bisa dicapai dengan komitmen dan istiqamah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Orang yang arif biasanya malu mengungkapkan keinginannya kepada Allah SWT karena dia merasa Allah SWt sudah memenuhi segala yang dibutuhkannya. 

Tentu orang yang arif ini, menurut Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam, akan lebih merasa malu jika mengungkapkan keinginannya kepada makhluk yang tidak berdaya, karena hanya Allah SWT yang berkuasa.

Baca Juga

)رُبَّمَا اسْتَحْيَا الْعَارِفُ أَنْ يَرْفَعَ حَاجَتَهُ إِلَى مَوْلاَهُ لاكْتِفَائِهِ بِمَشِيئَتِهِ فَكَيْفَ لاَ يَسْتَحِيَ أَنْ يَرْفَعَهَا إِلَىَ خَلِيْقَتِهِ ؟ 

"Terkadang, seorang yang arif merasa malu mengungkapkan kebutuhannya kepada Penguasanya karena merasa cukup dengan kehendak-Nya. Maka bagaimana dia tidak malu mengungkapkan kebutuhannya kepada makhluk-Nya?" (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam) 

Penyusun syarah dan penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai orang arif yang malu meminta kepada Allah SWT. 

Terkadang, kamu mendapati seseorang yang telah mencapai tangga makrifat merasa malu mengungkapkan kebutuhannya kepada Penguasanya. 

Dia merasa cukup dengan keyakinan bahwa Allah SWT telah menentukan segalanya, termasuk rezeki yang akan diterimanya. 

Apapun yang dialaminya di dunia ini, baik kesenangan maupun kesengsaraan, kekayaan maupun kemiskinan, maka semua itu adalah kehendak-Nya yang tidak mampu diubah oleh siapapun. 

Seseorang yang malu mengutarakan kebutuhannya kepada Allah SWT akan lebih malu lagi untuk melakukan hal yang sama terhadap makhluk-Nya. Sebab, mereka lemah dan tidak mampu melakukan apapun. Ini adalah salah satu bentuk kesempurnaan makrifat. 

Termasuk pencapaian makrifat yang sempurna adalah ketika menerima pemberian orang lain dengan anggapan bahwa yang memberikan hanya sebatas perantara dari rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

Berdoa dan mengadukan kelemahan kepada-Nya bukanlah sebuah kesalahan, bahkan keharusan karena tergolong ibadah.

Sementara, terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustadz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Atha'illah dengan mengutip penjelasan para ulama terdahulu ini. 

Sahel bin Abdullah mengatakan, tidak ada suatu nafas atau hati melainkan diperhatikan oleh Allah SWT pada tiap detik, baik siang maupun malam. 

Maka jika Allah SWT melihat dalam hati seseorang ada keinginan selain kepada Allah SWT, niscaya Allah mendatangkan iblis untuk hati itu.   

Abu Ali Addaqqaq mengatakan, suatu tanda dari makrifat tidak minta hajat kebutuhan kecuali kepada Allah, baik besar maupun kecil.  

Nabi Ibrahim alaihissalam ketika ketika akan dilempar ke dalam api, Malaikat Jibril mendatanginya. Malaikat bertanya, apakah Nabi Ibrahim ada keinginan. 

Nabi Ibrahim menjawab, "Kepada Malaikat Jibril tidak ada keinginan, tapi kepada Allah ada keinginan." Malaikat Jibril mengatakan, maka mintalah kepada Allah. Nabi Ibrahim menjawab lagi, "Cukup bagiku, Allah mengetahui diriku, sehingga aku tidak perlu meminta kepada-Nya."    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement