REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu penetapan batas zona ekonomi eksklusif Indonesia-Vietnam dibincang ramai belakangan ini karena pemberian konsesi oleh Indonesia kepada Vietnam dinilai rugikan kedaulatan dan sektor perikanan. Pada tahun ini kedua negara telah melakukan tiga putaran perundingan teknis.
Adapun putaran terakhir yakni Pertemuan Teknis ke-16 dilaksanakan di Hanoi, Vietnam pada 24-25 November 2022. Awalnya, pertemuan tersebut direncanakan dilaksanakan pada paruh kedua Oktober 2022, namun ditunda karena padatnya agenda.
Dalam proses memajukan perundingan, kegiatan illegal fishing oleh kapal Vietnam di daerah Laut Natuna Utara di wilayah negosiasi landas kontinen antara RI-Vietnam tidak pernah berhenti. Menurut Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), sepanjang periode Juli sampai September 2022, kehadiran kapal ikan dari Vietnam masih terus terjadi, Kapal Ikan Asing (KIA) berbendera Vietnam yang melakukan illegal fishing pada September 2022 di Laut Natuna Utara berjumlah sebanyak 54 kapal.
CEO IOJI Achmad Santoso mengatakan KIA Vietnam beroperasi dengan pola penangkapan ikan pair trawling selama di zona ekonomi eksklusif Indonesia. Patut diperhatikan bahwa kapal milik pemerintah Vietnam bernama Vietnamese Fisheries Resources Surveillance (VFRS) bertambah banyak pada periode tersebut dengan jumlah 12 unit.
“Tren operasi KIA Vietnam di zona ekonomi eksklusif Indonesia sudah berlangsung sejak 2021 hingga September 2022, apa yang dilakukan oleh KIA Vietnam itu melanggar pasal 56 UNCLOS 1982,” ujarnya, Jumat (25/11/2022).
Menurutnya pemerintah memiliki wewenang dan kewajiban utama untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menindak pelanggaran pemanfaatan SDI di zona ekonomi eksklusif Indonesia.
“Alat penangkapan ikan jenis pair trawl masuk kategori alat tangkap yang merusak sumber daya ikan (SDI) dan dilarang penggunaannya di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Maka demikian, pelanggaran yang dilakukan KIA Vietnam dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 30 miliar,” ucapnya.
Sementara itu Co-Founder IOJI Andreas Aditya Salim menambahkan operasi kapal Vietnam di sebelah selatan garis kontinental Indonesia dan Vietnam merupakan pelanggaran terhadap hak kedaulatan Indonesia dan dapat disanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Perihal operasi kapal Vietnam sebelah utara garis landas kontinen menurut IOJI juga menunjukan ketiadaan iktikad baik dan ketiadaan semangat kerja sama dari pemerintah Vietnam terhadap proses perundingan batas zona ekonomi eksklusif yang masih berjalan.
Menurut data dari TNI-AL, VFRS masih berada sebelah utara dekat garis batas Landas Kontinen 2003 selama Oktober 2022.
Selain itu, dua unit KIA berbendera Vietnam yang terdeteksi beroperasi secara ilegal di Wilayah Perairan Laut Natuna Utara ditangkap pada 16 November 2022. KIA tersebut diduga mengoperasikan alat penangkap ikan terlarang yaitu pair trawl.
Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Arie Afriansyah menilai apa yang dilakukan oleh VFRS dan KIA Vietnam di Laut Natuna Utara, menjadi bagian dari perjuangan Vietnam untuk menekan Indonesia agar mendapat lebih banyak keuntungan atau area dalam perundingan batas zona ekonomi eksklusif Indonesia-Vietnam yang masih terus berlangsung.
“Dengan fakta tersebut, sangat diperlukan tindakan tegas oleh pemerintah Indonesia terhadap wilayah yurisdiksinya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, termasuk perundingan batas zona ekonomi eksklusif Indonesia-Vietnam,” ucapnya.