REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2015-2019, Prof Sri Adiningsih mengatakan, Indonesia memiliki daya tahan dalam menghadapi ancaman resesi global tahun 2023. Menurut Sri, Indonesia masih mempunyai pangsa pasar ekonomi yang besar yang bisa dikapitalisasi.
Dia pun menilai, hal itu menjadi modal besar dan bisa dimanfaatkan agar tak terpuruk dalam resesi global 2023. "Indonesia masih memiliki daya tahan yang terjaga. Meskipun agak gelap sedikit, tapi kita masih punya harapan," ujar ekonom senior UGM itu di webinar bertema 'Antisipasi Resesi Global 2023: Kasus Indonesia' lewat kanal YouTube Moya Institute, Jakarta, Jumat (25/11/2022).
Mantan Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, dampak pelemahan ekonomi global di negara-negara maju kini sudah terasa. Namun, hal tersebut tidak akan berdampak besar untuk negara menengah, seperti Indonesia. Meski begitu, resesi bakal membuat komoditas ekspor Indonesia sedikit terganggu.
Dengan kemampuan pemerintah Indonesia mengendalikan inflasi pangan, sambung dia, dapat menjaga imbas buruk bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah dan menambah angka kemiskinan. "Indonesia harus pintar menahan pelemahan global yang akan terjadi. Untuk Indonesia menyambut 2023, kalau ternyata pertumbuhan ekonomi melambat maka yang harus dijaga adalah inflasi supaya tetap terkendali," ucap Bambang.
Pemerhati isu strategis Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai, ekonomi dan politik saling memengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, dampak resesi global bagi Indonesia harus diantisipasi mengingat Indonesia kini juga memasuki tahun politik menjelang Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menganggap, krisis pangan dan energi yang terjadi saat ini akibat perang Ukraina dan Rusia menjadi keprihatinan dunia. Hery berpendapat Indonesia harus mampu menyiapkan skema antisipasi ancaman resesi global tahun 2023, apalagi mendekati tahun politik 2024. "Pelemahan ekonomi dunia juga tidak dapat dihindari di banyak negara."