Ahad 27 Nov 2022 03:37 WIB

Pemerintah Longgarkan Penguncian di  Xinjiang

Pelonggaran aturan berlaku usai masyarakat menggelar demo terkait zero-Covid.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pihak berwenang di wilayah Xinjiang barat China membuka beberapa lingkungan di ibu kota Urumqi pada Sabtu (26/11/2022).
Foto: AP/Andy Wong
Pihak berwenang di wilayah Xinjiang barat China membuka beberapa lingkungan di ibu kota Urumqi pada Sabtu (26/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, URUMQI -- Pihak berwenang di wilayah Xinjiang barat China membuka beberapa lingkungan di ibu kota Urumqi pada Sabtu (26/11/2022). Pelonggaran ini berlaku setelah penduduk mengadakan demonstrasi larut malam yang luar biasa menentang penguncian "zero-Covid" yang telah berlangsung lebih dari tiga bulan.

Otoritas Urumqi mengumumkan bahwa penduduk di daerah berisiko rendah akan diizinkan untuk bergerak bebas di dalam lingkungan mereka. Namun, banyak lingkungan lain tetap terkunci.

Baca Juga

Pejabat menyatakan, pada dasarnya telah mencapai "masyarakat zero-Covid". Pernyataan ini menjelaskan bahwa tidak ada lagi penyebaran komunitas dan infeksi baru terdeteksi hanya pada orang yang sudah dalam pemantauan kesehatan, seperti yang berada di fasilitas karantina terpusat.

Pengguna media sosial menyambut berita itu dengan tidak percaya dan sarkasme. “Hanya China yang bisa mencapai kecepatan ini,” tulis seorang pengguna di media sosial yang mirip dengan Twitter, Weibo.

Topik yang sedang tren sering kali dimanipulasi oleh sensor. Pengumuman "zero-Covid" pun menjadi tagar trending nomor satu di Weibo dan Douyin atau Tiktok versi China. Kebakaran apartemen dan protes menjadi penangkal kemarahan publik, karena jutaan orang berbagi postingan yang mempertanyakan pengawasan pandemi China atau mengejek propaganda kaku negara itu dan pengaturan sensor yang keras.

Ledakan kritik menandai perubahan tajam dalam opini publik. Pada awal pandemi, pendekatan China untuk mengendalikan Covid-19 dipuji oleh warganya sendiri karena meminimalkan kematian pada saat negara lain menderita gelombang infeksi yang menghancurkan. Pemimpin China Xi Jinping telah mengangkat pendekatan tersebut sebagai contoh keunggulan sistem dibandingkan dengan Barat dan terutama Amerika Serikat yang telah mempolitisasi penggunaan masker wajah dan mengalami kesulitan dalam melakukan penguncian yang meluas.

Tapi dukungan untuk “zero-Covid” telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir, karena tragedi memicu kemarahan publik. Pekan lalu, pemerintah kota Zhengzhou di provinsi tengah Henan meminta maaf atas kematian bayi berusia empat bulan. Dia meninggal setelah terlambat menerima perawatan medis saat menderita muntah dan diare di karantina di sebuah hotel di Zhengzhou.

Peristiwa terbaru yang memicu demonstrasi adalah kebakaran di sebuah kompleks apartemen yang telah menewaskan 10 orang di Xinjiang. Hambatan yang disebabkan oleh anti-virus dinilai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa itu.

Pejabat telah membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan, tidak ada barikade di dalam gedung dan penduduk diizinkan untuk pergi. Pejabat kota Urumqi justru mengalihkan tanggung jawab atas kematian kepada penghuni menara apartemen.

“Kemampuan beberapa warga untuk menyelamatkan diri terlalu lemah,” kata kepala pemadam kebakaran Urumqi Li Wensheng.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement