REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR – Pakar gizi IPB University Prof Ahmad Sulaeman menyoroti pengungsian korban bencana yang mengandalkan makanan dengan gizi tidak lengkap. Ia mengatakan, dalam kondisi bencana, korban yang mengalami trauma dan stres membutuhkan zat gizi yang lebih lengkap dan banyak.
“Selama bencana kita terlalu mengandalkan kepada makanan instan seperti mi instan. Padahal, mi instan tidak lengkap gizinya,” kata Ahmad dikonfirmasi di Cianjur, Ahad (27/11/2022).
Masyarakat terdampak bencana yang tinggal di pengungsian tidak cukup hanya sekedar sumber energi. Mereka juga perlu meningkatkan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral yang berfungsi meningkatkan imunitasnya.
Selain itu, mereka membutuhkan makanan yang praktis dan mudah disiapkan. “Jadi kalaupun terpaksa harus mi instan, perlu dilengkapi dengan banyak sayuran berwarna dan sumber protein seperti telur dan susu,” ujar dosen ilmu gizi itu.
Selain itu, kata dia, buah-buahan perlu banyak disuplai untuk meningkatkan asupan antioksidan. Makanan yang bisa menjadi sumber probiotik seperti yoghurt perlu diberikan untuk kesehatan perut (organ pencernaan) yang merupakan otak kedua dari manusia.
“Pencernaan yang akan menentukan kesehatan seluruh tubuh serta mencegah stres dan turunnya imunitas,” ujarnya menerangkan.
Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia itu menjelaskan, kebutuhan zat gizi dalam keadaan bencana di mana penuh dengan trauma, stres dan ketakutan akan semakin meningkat. Karena itu makanan makanan yang bisa memperbaiki mood dan menenangkan sangat diperlukan
Ahmad mencontohkan, makanan yang bisa dikonsumsi praktis bagi pengungsi makan sepinggan saja seperti bubur labu kuning lengkap bumbu-bumbu seperti seledri, keju, telur dan ikan. Bisa juga makanan seperti bubur manafi atau nasi tempurung yang lengkap dengan sayuran dan ikan, ayam atau ikan kecil, buah-buahan seperti jeruk, pepaya, jambu batu, mangga, semangka juga bagus untuk memulihkan imunitas korban.
“Selain itu minuman teh dan kopi tidak masalah diberikan,” paparnya.
Jika masyarakat terbatas dengan bahan pokok untuk membuat makanan kaya gizi, Ahmad menyarankan makanan-makanan yang ada di sekitar tempat bencana bisa dibuat semacam nasi campur lengkap. Menurut dia, tidak ada masalah untuk memberikan bantuan berupa bahan pokok makanan segar bagi korban pengungsian, dilihat dari kondisi medannya. Seperti di Cianjur yang terkenal dengan sentra pertanian sayur-sayuran.
Ia mengatakan tidak ada alasan tidak bisa mengirim bahan kebutuhan pokok segar. Terkait masa simpannya, kalau tidak perlu mengirim untuk stok beberapa lama, cukup tiap hari saja dikirim dari pasar-pasar basah atau tradisional.
Alternatif lainnya adalah pemerintah perlu membangun pabrik pengolahan makanan darurat yang sudah diformulasikan sedemikian rupa sehingga gizinya mencukupi. “Bukan hanya cukup tapi juga disesuaikan dengan sasaran bantuan. Misalnya, untuk anak-anak terlebih balita kan tidak bisa diberi mi instan, perlu makanan khusus yang dirancang untuk golongan usia tersebut,? kata Ahmad.
Pantauan di sejumlah tenda pengungsian, hampir semua pengungsi menyimpan bantuan logistik berupa mi instan. Selain itu, menu makanan di posko pengungsian juga menyajikan hidangan dengan mi instan.