REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam laporan terbarunya menyebut bahwa pasar tenaga kerja di kawasan Asia Pasifik mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Asia-Pacific Employment and Social Outlook 2022 yang dirilis ILO, jumlah pekerjaan di kawasan Asia Pasifik pada 2022 adalah 2,0 persen di atas tingkat sebelum krisis 2019, atau pulih dari kehilangan lebih dari 57 juta pekerjaan pada 2020.
Namun, menggarisbawahi bahwa pemulihan belum selesai, ILO mencatat bahwa kawasan tersebut masih kekurangan 22 juta pekerjaan pada 2022 dan kesenjangan pekerjaan sebesar 1,1 persen dibandingkan jika pandemi tidak terjadi. Jumlah ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 26 juta (1,4 persen) pada 2023 mengingat tantangan pertumbuhan dalam konteks global dan regional geopolitik saat ini.
"Meskipun tren ketenagakerjaan Asia-Pasifik terlihat positif, pasar tenaga kerja di kawasan ini belum kembali ke jalur sebelum krisis dengan berbagai tantangan tambahan yang membayangi prospek pertumbuhan di masa depan," kata Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Chihoko Asada Miyakawa dalam konferensi pers yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (28/11/2022).
Pada saat yang sama, total jam kerja di wilayah tersebut tetap di bawah angka pada 2019, sementara tingkat pengangguran regional pada 2022 sebesar 5,2 persen atau meningkat 0,5 poin persentase dari angka 2019. Pada 2022, semua sub-kawasan telah mendapatkan kembali lapangan kerja yang hilang pada 2020 dan menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang positif selama 2019.
Namun, pertumbuhan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi pertumbuhan populasi. Hanya di Pasifik rasio lapangan kerja terhadap populasi pada 2022 berada di atas angka 2019.
"Sangatlah penting bagi kita untuk mengembalikan pertumbuhan yang inklusif dan berpusat pada manusia ke kawasan ini dan tidak puas dengan pemulihan semu berdasarkan pekerjaan informal dan berkualitas rendah," kata Miyakawa.
Laporan tersebut melakukan penilaian pertama atas perkiraan sektoral regional selama periode tiga dekade dari 1991-2021 untuk menyoroti sektor mana yang tumbuh sebagai sumber pekerjaan, yang menyusut, dan yang memiliki peluang untuk pekerjaan yang layak.
Diungkapkan bahwa meskipun layanan telekomunikasi dan informasi merupakan sektor dengan pertumbuhan tercepat di kawasan ini dalam hal pertumbuhan lapangan kerja, hanya 9,4 juta orang yang bekerja di sektor ini pada 2021, atau setara dengan 0,5 persen dari total lapangan kerja.
Sebaliknya, tiga sektor terbesar dalam hal lapangan kerja di kawasan Asia Pasifik adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan; manufaktur; serta perdagangan grosir dan eceran. Ketiga sektor tersebut menyumbang 1,1 miliar pekerja pada 2021, atau 60 persen dari 1,9 miliar tenaga kerja di Asia Pasifik.
Sektor-sektor di mana pekerja terkonsentrasi biasanya diketahui dari produktivitas tenaga kerja yang terbatas, upah rendah, kondisi kerja yang buruk, dan jaminan pekerjaan dan pendapatan yang rendah. Sebagian besar pekerja di sektor-sektor itu tidak memiliki perlindungan sosial dengan tingkat informalitas yang tinggi. Keuntungan apa pun yang diperoleh dalam beberapa dekade terakhir sebagian besar terhapus oleh pandemi.
"Meskipun pertumbuhan ekonomi telah berlangsung selama setengah abad, faktanya tetap bahwa sebagian besar pekerja di Asia dan Pasifik bekerja di sektor-sektor yang telah dilewati oleh ?keajaiban Asia?," kata ekonom senior ILO Sara Elder.
Dia menambahkan meskipun teknologi informasi dan sektor modern mungkin mendapat perhatian terbesar, potensi terbesar untuk mendorong pertumbuhan dan pekerjaan yang layak di kawasan ini terletak di kawasan yang jauh lebih tidak glamor. "Tantangan ke depan adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan perhatian kebijakan dan investasi publik untuk mencapai pekerjaan yang layak dan inklusi di semua sektor, terutama di mana mayoritas orang bekerja," kata Elder.
Ketidaksetaraan gender pun masih menjadi isu yang digarisbawahi dalam laporan ILO. Sembilan dari 10 sektor dengan pertumbuhan lapangan kerja tinggi hanya menguntungkan pekerja laki-laki daripada perempuan.
Hanya kegiatan akomodasi dan layanan makanan, yang melawan tren ini dengan 55 persen pekerjaan tambahan antara 1991 dan 2021, diberikan kepada perempuan.