REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Negara Muslim baik di Asia dan Timur Tengah pada umumnya berhati-hati dalam memberikan sikap terhadap masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia etnik Uyghur di China. Bahkan sebagian negara Muslim di dunia masih belum memberikan posisi yang tegas terhadap nasib Uyghur.
Direktur Eksekutif Center for Uyghur Studies Abdulhakim Idris di Washington menilai dukungan negara-negara Muslim adalah penting dalam melindungi etnik Uyghur Muslim di China dari ethnic cleansing. Namun, sejauh ini dukungan negara-negara Muslim ini lemah antara lain adanya diplomasi ekonomi dari China. "Padahal dukungan umat Islam di berbagai negara ini penting agar mendapatkan perhatian internasional dan China mengubah kebijakannya yang mengancam etnik Uyghur," katanya di sela Seminar Internasional Masalah Uyghur Perspektif Asia dan Uyghur secara virtual hari Senin (28/11/2022) yang diselenggarakan FISIP UMJ.
Menurut Abdulhakim, masyarakat Uyghur di Xinjiang China mendapatkan perlakukan yang tidak adil dari pemerintah China. Hal itu tampak dari berbagai larangan terhadap umat Islam Uyghur menjalankan ibadahnya. Oleh karena itu, diaspora Uyghur melakukan mobilisasi dalam mencari dukungan internasional.
Dr. Ryantori dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) menjelaskan, memang dukungan dari umat Islam di berbagai negara Timur Tengah masih lemah terhadap masalah Uyghur Muslim di China. Negara-negara Islam di Timur Tengah pada umumnya berhati-hati dalam memberikan respons terhadap masalah pelanggaran HAM di Uyghur. Lemahnya dukungan itu antara lain adanya kepentingan nasional tiap negara saat berhubungan dan China.
Dr. Asep Setiawan Kepala Program Studi Magister Ilmu Politik, FISIP UMJ menjelaskan, dari Asia Tenggara dan Asia Timur kebijakan terhadap etnik Uyghur di China berbeda beda. Pemerintah Jepang memiliki sikap jelas yang menentang pelanggaran HAM terhadap etnik Uyghur. Parlemen Jepang mengeluarkan resolusi pada tanggal 1 Februari 2022 yang menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan "pemantauan situasi hak asasi manusia yang serius bekerja sama dengan komunitas internasional".
Jepang juga menyerukan "penerapan tindakan bantuan yang komprehensif" terkait "situasi hak asasi manusia yang serius" di Wilayah Uyghur, Tibet, Mongolia Selatan, dan Hong Kong. Laos, Myanmar, Kamboja, Filipina dan Korea Utara menunjukan sikap mendukung kebijakan pemerintah pusat China terhadap Uyghur.
Negara-negara ini tidak mengeluarkan kecaman terhadap China atas berbagai pelanggaran HAM atas nama mencegah tindakan terorisme. Sementara itu, Malaysia memberikan sikap yang tegas mendukung Uyghur dengan memberikan peluang untuk mengungsi ke negara dunia ketiga, Taiwan juga bersikap tegas untuk melakukan hubungan etnik Uyghur.
Acara ini juga dihadiri Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Evi Satispi M.Si dan Ketua Program Studi Ilmu Politik Dr.Dalam webinar internasional ini telah hadir 108 peserta dari berbagai universitas dan satu orang dari Islamabad, Pakistan.