Senin 28 Nov 2022 23:39 WIB

Perpanjangan Restrukturisasi, Ekonom: Tepat Sesuai Kondisi Ekonomi

Ekonom meminta ada evaluasi bila perusahaan minta restrukturisasi tapi lakukan PHK

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kebijakan perpanjangan restrukturisasi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyesuaikan tantangan ekonomi ke depan. Hal ini mengingat OJK memperpanjang restrukturisasi kredit khusus segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) hingga 31 Maret 2024.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kebijakan perpanjangan restrukturisasi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyesuaikan tantangan ekonomi ke depan. Hal ini mengingat OJK memperpanjang restrukturisasi kredit khusus segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) hingga 31 Maret 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kebijakan perpanjangan restrukturisasi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyesuaikan tantangan ekonomi ke depan. Hal ini mengingat OJK memperpanjang restrukturisasi kredit khusus segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) hingga 31 Maret 2024.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan selama ini perbankan telah mencermati kesesuaian laporan keuangan dan data riil penjualan terhadap kemampuan tiap debitur membayar kewajiban pinjaman. 

“Perpanjangan restruk terutama bagi sektor padat karya dan UMKM sangat sesuai dengan konteks tekanan ekonomi saat ini. Penting agar debitur nakal tidak memanfaatkan perpanjangan restruk untuk menghindari kewajiban pembayaran kredit padahal masih mampu,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Senin (28/11/2022).

Menurutnya kebijakan perpanjangan ini hanya memiliki dampak kecil ke industri keuangan terutama segmen korporasi. Hal ini disebabkan sebagian bank besar juga sudah mulai selesai lakukan restrukturisasi. 

“Masalah justru muncul pada segmen UMKM, bank bank kecil sebagian berharap kelonggaran restrukturisasi berakhir maret 2023. Artinya perpanjangan restrukturisasi UMKM bisa menekan dari sisi pendapatan bunga dan bank wajib siapkan pencadangan lebih besar,” ucapnya.

Maka itu, dia meminta OJK dan Kementerian Ketenagakerjaan dapat memastikan debitur penerima perpanjangan restrukturisasi tidak melakukan pemutusan hubungan kerja massal. 

“Kalau sudah diberi perpanjangan restrukturisasi masih PHK massal maka debitur tadi wajib evaluasi,” ucapnya.

Dari sisi perbankan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyambut baik perpanjangan restrukturisasi sektor dan industri tertentu dari OJK.

Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada mengatakan dari pemetaan yang dilakukan, hanya lima persen dari debitur restrukturisasi covid  yang masuk kategori high risk. Lalu sebesar 60 persen debitur high risk berada sektor-sektor yang diperpanjang stimulusnya oleh regulator. 

“Itu artinya, potensi kenaikan non performing loan tahun depan akan lebih tertahan. Kami juga sudah melakukan build up pencadangan yang cukup sesuai dengan profil risiko dari debitur kami. Bagi debitur restrukturisasi Covid-19 yang masuk kategori high risk sudah kami provisioning dengan rata-rata cadangan kerugian penurunan nilai rasio 30 persen,” ucapnya.

Dia memprediksi akhir tahun ini hingga 2023,  perseroan akan tetap menjaga non performing loan coverage ratio di atas 270 persen. Hal ini seiring perseroan mempertahankan loan to asset ratio di atas 40 persen. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement