REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Diplomat mengatakan nasib Iran di Entitas PBB untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan atau UN Women akan diputuskan lewat pemungutan suara pada 14 Desember. Amerika Serikat (AS) melobi agar Teheran dihukum atas pelanggaran hak asasi perempuan dan pengunjuk rasa.
Pada Senin (28/11/2022) kemarin AS menyebarkan rancangan resolusi untuk langkah itu. Washington mengecam kebijakan Teheran sebagai "terang-terangan bertolak belakang dengan hak asasi perempuan dan anak perempuan dan pada mandat Komisi tentang Status Wanita."
Iran baru memulai periode empat tahun di komisi beranggotakan 45 negara yang bertemu setiap tahun pada bulan Maret. Komisi itu bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Rancangan resolusi AS akan "segera menghapus Republik Islam Iran dari Komisi tentang Status Perempuan pada masa keanggotaan 2022 sampai 2026." Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) akan menggelar pemungutan suara untuk menentukan apakah menyingkirkan Iran atau tidak dari komisi tersebut.
"AS dan yang lainnya aktif bekerja menggalang dukungan melalui telepon untuk menyingkirkan Iran dari Komisi PBB pada Status Perempuan, tampaknya mereka menarik dukungan termasuk dari yang awal ragu," kata seorang diplomat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya, Selasa (29/11/2022).
Sejak kematian Mahsa Amini, perempuan Kurdi berusia 22 tahun di tahanan polisi moral bulan September lalu, Iran dilanda gelombang unjuk rasa. Kerusuhan berubah menjadi ajakan revolusi dari berbagai lapisan masyarakat Iran, menimbulkan tantangan terberat pemerintahan ulama sejak revolusi 1979.
Iran menyalahkan musuh asing dan agen-agen mereka atas kerusuhan ini.
Pekan lalu Dewan Hak Asasi Manusia PBB memilih untuk menggelar penyelidikan independen pada penindasan mematikan terhadap pengunjuk rasa di Iran, langkah ini mendapat dukungan dari para aktivis. Teheran menuduh negara-negara Barat menggunakan dewan itu untuk mengincar Iran.