REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Standardisasi Kompetensi Dai Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkatan ke-18 diikuti sekitar 100 dai utusan dari berbagai ormas Islam, pesantren, dan perguruan tinggi Islam. Standardisasi kompetensi dai ini digelar di Wisma Mandiri, Menteng, Jakarta, pada Senin (28/11/2022).
Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, mengatakan, jumlah dai yang telah ikut standardisasi kompetensi dai sampai saat ini sekitar 1.100 orang. Komisi Dakwah MUI akan terus menjalankan program standardisasi kompetensi dai.
"Tidak ada target sampai berapa, kita akan terus lakukan (standardisasi kompetensi dai) tujuannya supaya para dai kita mempunyai kompetensi yang memadai untuk dakwah di zaman sekarang," kata Kiai Zubaidi kepada Republika, Selasa (29/11/2022).
Kiai Zubaidi mengatakan, mempunyai kompetensi artinya dakwahnya sesuai dengan sumber keagamaan yang baik dan benar, serta memiliki paham kebangsaan yang memadai. Komisi Dakwah MUI mengharapkan para dai punya paham, misi dan visi berpikir yang sama.
Melalui program standardisasi kompetensi dai, para dai akan mempunyai jaringan. Jadi para dai bukan sekedar memiliki standar MUI, tapi juga memiliki jaringan silaturrahim 1.100 dai yang sudah ikut standardisasi kompetensi dai.
"Supaya nanti para dai mampu berkoordinasi satu sama lain, ada koordinasi dakwah, sehingga di antara dai tidak ada semacam persaingan atau perebutan objek dakwah, semua dai bisa berdakwah di manapun dengan memperhatikan paham keagamaan dan tradisi kemasyarakat yang berkembang," ujarnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Buya Amirsyah Tambunan, menegaskan bahwa dakwah itu merangkul, bukan memukul. Karena itu, seorang dai harus memiliki wawasan yang luas sehingga dia bisa memberikan solusi terhadap problem yang dihadapi umat, bukan sekadar membahas surga dan neraka saja.
"Adapun peran strategis dan kiprah ulama, ada berbagai rupa. Pertama, sebagai pewaris Nabi dan penjaga misi kenabian. Kedua, garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara," kata Buya Amirsyah.
Ia menambahkan, ketiga, ikut memperjuangkan kemaslahatan umat dan bangsa. Kiprah para ulama ini kemudian direpresentasikan dalam sebuah organisasi atau wadah bernama Majelis Ulama Indonesia (MUI).