REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) Prof. Dr. dr. Soehartati Argadikosoema Gondhowiardjo, Sp.Rad (K),Onk.Rad, menyoroti pentingnya peran navigator pasien yang dapat membantu proses pengobatan kanker, terutama kanker payudara. "Keberadaan patient navigator itu di dalam suatu rumah sakit atau di dalam suatu community itu sangat dibutuhkan dalam pengobatan kanker karena seorang pasien kanker itu barrier-nya (hambatan) banyak sekali," kata Soehartati dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Dia mengingatkan bahwa perjalanan penyintas kanker payudara sangat kompleks dan panjang, termasuk juga ditemukan berbagai hambatan yang dialami pasien. Hambatan yang ditemukan bisa menyebabkan keterlambatan pengobatan dan apabila tidak tertangani secara cepat dikhawatirkan stadium berkembang ke tingkat lanjut.
"Kalau stadium bertambah, keberhasilan pengobatannya itu akan menurun. Tapi di pihak lain, biaya pengobatannya akan sangat meningkat. Di dalam perjalanan itu banyak sekali barrier yang akan dihadapi," ujar Soehartati.
Oleh sebab itu, Soehartati menekankan navigator pasien memiliki peran yang penting untuk membantu kerja-kerja tenaga medis dan membantu keberhasilan pengobatan pada pasien kanker. Yang tak kalah penting, navigator pasien juga membantu menjembatani komunikasi antara tenaga medis dan pasien, menerjemahkan informasi dari pihak pelayanan kesehatan kepada pasien, mencarikan informasi mengenai pembiayaan pengobatan, hingga memberikan dukungan psikis bagi pasien.
"Itulah gunanya seorang patient navigator atau program pasien navigasi, akan membantu secara personal. Bukan dalam suatu program proyek yang gede, bukan 10 orang (pasien) dijadikan satu terus kemudian kita bikin apa. Tapi ini (navigator pasien) adalah benar-benar individual personal yang akan membantu seorang kanker payudara menghadapi berbagai stres tadi," kata Soehartati.
Soehartati, yang juga merupakan Kepala Bagian Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), mengatakan bahwa Departemen Radioterapi di rumah sakit tempatnya bekerja telah memiliki navigator pasien kanker yang dididik sama seperti pegawai baru tenaga kesehatan di rumah sakit. "Jadi patient navigator ini jangan main-main, lho. Patient navigator ini adalah orang-orang yang penuh dengan pengetahuan karena untuk menjadi seorang patient navigator di rumah sakit kami, itu mendapat pelatihan yang penuh," kata dia.
Sementara itu, Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (Himponi) Dr. Kemala Rita Wahidi SKp, Sp.Kep. Onk, ETN., MARS., FISQua menambahkan bahwa kehadiran navigator pasien juga diharapkan dapat membawa pasien kanker dalam stadium lebih dini lagi ke rumah sakit sehingga asesmen bisa dilakukan dengan baik.
"Di waktu kami perawat melakukan asesmen, pada kondisi pasien yang dengan aspek psikologis yang masih denial, marah, berontak, tidak terima, itu tidak mudah berkomunikasinya. Sehingga di dalam hal ini, navigator akan sangat membantu sekali apabila trust sudah terbangun dengan baik dengan pasien ini," kata Kemala.
Menurut Kemala, konsep navigator pasien harus dikenalkan kepada seluruh institusi pendidikan hingga institusi pelayanan, termasuk juga kepada komunitas dan industri farmasi yang memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
"Jadi harus betul-betul kita selangkah seirama di dalam hal ini, untuk bersama-sama membantu karena tidak mungkin memang pemerintah yang menjalankan semuanya. Jadi kerja sama itu harus terjalin dengan baik," kata Kemala.