REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut jutaan orang di Bangladesh telah kehilangan rumah dan mata pencahariannya sepanjang tahun ini. Hal itu terjadi karena dampak perubahan iklim berujung migrasi internal besar-besaran.
Mengutip data WHO, sekitar 7,1 juta warga Bangladesh mengungsi akibat perubahan iklim. Jumlah itu dikhawatirkan meningkat menjadi 13,3 juta orang pada 2050.
WHO memprediksi sekitar 17 persen daratan pesisir negara itu bisa membuat 20 juta warga mengungsi pada 2050. Kekhawatiran itu belum selesai. Kementerian Luar Negeri Bangladesh juga menyebut telah dirugikan dengan perubahan iklim terhadap pengurangan satu persen PDB setiap tahunnya.
Bernama yang mengutip Anadolu Agency pada Selasa (29/11/2022) melaporkan Bangladesh menjadi negara ketujuh yang paling berisiko dalam indeks risiko iklim global 2020. Menanggapi hal tersebut, WHO berjanji mendukung negara dan wilayah dalam kompetensi serta kapasitas profesional untuk menangani kesehatan pengungsi.
“Wilayah pesisir Bangladesh dilanda salinitas dan siklon yang meningkat, sementara sanitasi buruk juga menyebabkan penderitaan lebih banyak di sana,” kata profesor iklim di Jahangirnagar University, Shafi Mohammad Tareq.
Tak hanya itu, di bagian barat dan utara Bangladesh warga mengalami krisis air bersih lantaran adanya cemaran arsenik dan besi pada air tanah. Menurut Tareq, banyak orang yang tinggal di sepanjang sungai Bangladesh kehilangan kesempatan hidup berkualitas.
Berdasarkan Pusat Riset Sungai dan Delta Bangladesh, terdapat total 1.274 sungai di Bangladesh pada 1971 saat negara itu merdeka. Namun kini sudah ada 507 sungai yang menghilang.