Kamis 01 Dec 2022 00:30 WIB

Terdapat 1.800 Kasus DBD di Tasikmalaya Sepanjang 2022

Peningkatan kasus DBD paling tinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat

Rep: bayu adji p/ Red: Hiru Muhammad
Petugas melakukan fogging atau pengasapan di Cintarasa, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat sebanyak 1.059 orang terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kematian sebanyak 16 orang.
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Petugas melakukan fogging atau pengasapan di Cintarasa, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat sebanyak 1.059 orang terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kematian sebanyak 16 orang.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat kasus demam berdarah dengue (DBD) sejak Januari hingga November 2022 mencapai 1.803 kasus. Angka itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan total kasus DBD sepanjang 2021, yang totalnya 910 kasus.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Asep Hendra, mengatakan, angka kasus DBD bukan hanya terjadi di daerahnya, melainkan juga secara nasional. Namun, ia mengakui, peningkatan kasus DBD paling tinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat (Jabar), termasuk di Kota Tasikmalaya.

Baca Juga

"Sebenarnya secara nasional memang kasus DBD meningkat. Di provinsi lain juga kenaikam mencapao dua kali lipat, tapi yang paling tinggi memang Jabar," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Rabu (30/11/2022).

Asep tak bisa memastikan penyebab peningkatan kasus tersebut. Ketika disinggung mengenai musim hujan yang lebih panjang pada tahun ini, menurut dia, fakta di lapangan justru tak berbanding lurus. Ia menyebutkan, dari kasus yang ada, jentik nyamuk justru banyak ditemukan di dalam rumah."Kalau akibat curah hujan kan, harusnya jentiknya di luar. Namum kebanyakan ditemukan di dalam rumah," kata dia.

Berdasarkan data per 30 November 2022, dari total 1.803 kasus DBD di Kota Tasikmalaya, terdapat 27 orang yang meninggal dunia. Sebanyak 21 orang di antara korban meninggal dunia akibat DBD di Kota Tasikmalaya adalah anak berusia di bawah 12 tahun. Bahkan, terdapat empat orang bayi di bawah 2 tahun.

Menurut Asep, pihaknya akan terus melakukan pencegahan penyebaran kasus DBD. Salah satunya dengan sosialisasi 3M plus, yaitu menguras, menutup, mengubur, plus memakai cairan antinyamuk, memakai kelambu ketika tidur, atau menanam tanaman pengusir nyamuk.

Ia mengatakan, pihaknya juga telah mendapatkan surat bahwa mulai saat ini hingga Maret 2023 adalah masa perindukan nyamuk. "Maka dari itu, kita harus rajin melaksanakan pencegahan," kata dia.

Asep mengingatkan, pemberantasan nyamuk yang paling efektif adalah dengan cara 3M plus. Bukan dengan cara pengasapan atau fogging. Pasalnya, nyamuk hanya pergi sementara ketika di-fogging, alih-alih mati."Ini hal yang perlu diedukasi dan diluruskan. Fogging tak membunuh nyamuk atau larva maupun jentik nyamuk DBD," kata dia.

Selain melakukan pencegahan, Asep mengatakan, pihaknya juga akan melakukan penyelidikan epidemiologi ketika ditemukan kasus positif DBD. Dengan begitu, sumber penyebaran DBD di lingkungan tersebut bisa diberantas.

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya juga disebut telah menyiapkan alat tes cepat NS1 di setiap puskesmas. Harapannya, kasus DBD dapat dengan cepat terdeteksi, sehingga tidak menyebabkan keterlambatan penanganan. Namun, menurut Asep, upaya pencegahan DBD yang paling ampuh adalah dari lingkungan sendiri. "Intinya kembali ke kesadaran diri masyarakat sendiri," kata dia.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement