Rabu 30 Nov 2022 17:57 WIB

MK Larang Eks Napi Koruptor Nyaleg 5 Tahun, KPU akan Konsultasi ke Presiden-DPR

MK menghapuss frasa pengecualian dalam UU Pemilu.

Rep: Febryan A/ Red: Ilham Tirta
Ketua KPU Hasyim Asyari.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU Hasyim Asyari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengonsultasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang mantan narapidana, termasuk koruptor, menjadi calon anggota legislatif (caleg) selama lima tahun sejak dibebaskan. KPU akan berkonsultasi dengan Presiden Jokowi dan Komisi II DPR.

"KPU akan mempelajari Putusan MK tersebut. Kami akan konsultasikan materi Putusan JR (judicial review) MK tersebut kepada pembentuk UU, dalam hal ini Presiden dan Komisi 2 DPR," kata Ketua KPU, Hasyim Asy'ari dalam keterangannya, Rabu (30/11/2022).

Baca Juga

Hasyim menjelaskan, salah satu isu yang perlu dikonsultasikan adalah soal bagaimana pemberlakuan putusan MK tersebut terhadap Peraturan KPU (PKPU). "Apakah (putusan tersebut) hanya untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi/kabupaten/kota, atau termasuk juga calon anggota DPD," ujarnya.

MK melarang eks koruptor nyaleg lewat putusan Nomor 87/PUU-XX/2022, yang dibacakan dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Putusan tersebut merupakan jawaban atas gugatan yang diajukan seorang karyawan swasta bernama Leonardo Siahaan.

Leonardo meminta MK melarang eks napi koruptor nyaleg dengan cara menyatakan frasa "kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana" dalam Pasal 240 ayat 1 huruf G UU Pemilu adalah inkonstitusional. "Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan. Putusan MK ini mengubah isi Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu yang semula berbunyi:

"Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana."

Anwar Usman mengatakan, Pasal 240 ayat 1 huruf g itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, MK membuat norma baru terhadap pasal tersebut, yakni:

"Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: g.(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;"

"(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang."

Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan, ketentuan masa tunggu lima tahun diperlukan agar eks narapidana melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya. "Demikian halnya persyaratan adanya keharusan menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tidak menutupi latar belakang kehidupannya adalah dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya," ujarnya.

Sebelumnya, KPU pernah melarang eks koruptor menjadi caleg pada Pemilu 2019. Tapi, ketentuan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) karena bertentangan dengan UU Pemilu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement