Kamis 01 Dec 2022 09:56 WIB

KPPPA Sesalkan Kasus Perkosaan Berujung Pernikahan Korban-Pelaku di Sumut

Kasus ini harus diselesaikan melalui jalur hukum, apalagi korban masih di bawah umur.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyesalkan penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 17 tahun yang dilakukan tersangka MAA (20 tahun) di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, melalui mediasi.
Foto: Foto : MgRol112
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyesalkan penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 17 tahun yang dilakukan tersangka MAA (20 tahun) di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, melalui mediasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyesalkan penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 17 tahun yang dilakukan tersangka MAA (20 tahun) di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, melalui mediasi. Dalam mediasi itu, pelaku menikahi korban.

"KPPPA sangat menyesalkan masih adanya pihak yang melakukan mediasi pada kasus kekerasan seksual terhadap korban usia anak. Bahkan mediasi dilanjutkan dengan melakukan perkawinan antara pelaku dan korban berdasarkan hasil kesepakatan orang tua kedua pihak yang berperkara," ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar dalam keterangannya, Kamis (1/12/2022). 

Baca Juga

Nahar mengatakan, penanganan kasus ini seharusnya lebih mengedepankan penyelesaian perkara secara hukum. Apalagi, korbannya masih berusia anak dan kasusnya merupakan dugaan pemerkosaan atau persetubuhan.  

KPPPA memperoleh informasi bahwa telah dilakukan perdamaian antara pihak korban dan pelaku melalui pertemuan yang dihadiri oleh orang tua kedua pihak, penasehat hukum, unsur lembaga kemasyarakatan lingkungan (RW) dan pemuka agama (ustadz) pada 11 November 2022. Hasil pertemuan tersebut adalah kesepakatan kedua orang tua untuk menikahkan korban dan terduga pelaku. MAA telah menikah secara siri dengan korban. Nahar menegaskan perkawinan usia anak yang mengandung unsur pemaksaan merupakan perbuatan melawan hukum. 

Hal ini sesuai aturan dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). "Karena kekerasan seksual terhadap anak adalah delik biasa yang dapat tetap diproses meskipun tidak ada pelaporan," sebut Nahar.  

Nahar menilai proses hukum perlu diupayakan untuk memberikan efek jera bagi pelaku. Sehingga, pelaku tidak bisa bebas tanpa mempertanggung jawabkan perbuatannya. 

Kasus kekerasan seksual tersebut terjadi pada Juni 2022. Kasus ini terungkap karena korban menunjukkan perubahan sikap dan tidak mau sekolah. 

Korban akhirnya berani mengungkapkan kepada orang tuanya tentang kekerasan seksual yang dialaminya dan segera dilaporkan ke Polrestabes Medan pada Juli 2022. "MAA yang disebut berpacaran dengan korban dilaporkan dengan dugaan melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban hingga dua kali," ujar Nahar. 

Polrestabes Medan menangkap terlapor pada akhir Oktober 2022 dan ditetapkan sebagai tersangka, diikuti dengan penahanan oleh Polrestabes Medan. Namun saat ini, tersangka dibebaskan dari penjara dengan alasan telah melakukan perkawinan dengan korban.

"KPPPA akan terus mengawal kasus ini," tegas Nahar. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement