REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2021 melaporkan, sebanyak 20 persen dari total penduduk Indonesia mengalami potensi masalah kesehatan mental. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental mendorong Traveloka turut berkontribusi aktif untuk memberikan solusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
Chief Marketing Officer Traveloka, Shirley Lesmana, menjelaskan alasan di balik menggandeng Asosiasi Kesehatan Remaja Indonesia (AKAR), organisasi yang memiliki fokus perhatian pada kesehatan remaja usia 10-24 tahun. Menurut dia, di tengah masyarakat saat ini, ada kesadaran yang meningkat tentang pentingnya membantu generasi muda membangun ketahanan mental dan mengatasi tantangan dunia.
"Diperlukan upaya dari kita sebagai individu sekaligus bagian dari suatu komunitas sosial untuk memperdalam nilai dan komitmen terhadap kesehatan mental. Kami yakin, peran kolaboratif Traveloka bersama AKAR akan memperkuat edukasi pentingnya kesadaran untuk menjaga kesehatan mental," ujar Shirley dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (1/12/2022).
Menurut WHO, separuh dari gangguan mental bermula pada umur 14 tahun. Di Indonesia, penelitian Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada 2021 menemukan, mayoritas mereka yang berusia 16-24 tahun memasuki periode kritis kesehatan mental. Data menunjukkan, hampir 96 persen remaja dan dewasa muda mengalami gejala kecemasan (anxiety) dan 88 persen di antaranya mengalami gejala depresi.
Menurut Shirley, Traveloka mengajak masyarakat, terutama generasi milenial dan generasi Z, untuk tidak lupa menyempatkan diri beristirahat di tengah-tengah padatnya aktivitas hidup mereka. "Mempromosikan dan menjaga kesehatan mental remaja dan dewasa muda membawa manfaat tidak hanya untuk kesehatan mereka, namun juga untuk ekonomi dan masyarakat," ujarnya.
Ketua dan Founder AKAR, dr Fransisca Handy, menerangkan, ketika seseorang merasakan emosi yang sangat kuat dapat diikuti dengan keluhan fisik. Dia menganggap, kesehatan jiwa dipengaruhi faktor seperti tingginya tingkat stres di pekerjaan atau perkuliahan, masalah percintaan atau hubungan dengan keluarga dan teman, persaingan lewat sosial media, dan sebagainya.
"Di sinilah kami aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga memiliki kemampuan regulasi emosi yang sehat, mengelola stress, mengenal dan menghargai diri sendiri sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jiwa anak muda dan kepada masyarakat pada umum," kata Fransisca.