REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China memperlunak pernyataan tentang keparahan Covid-19 dan melonggarkan sejumlah peraturan virus corona meski angka kasus infeksi tembus rekor. Hal ini dilakukan setelah unjuk rasa menentang pada peraturan Covid-19 paling ketat di dunia.
Pada Kamis (1/12/2022) pelonggaran peraturan yang diumumkan pihak berwenang kesehatan tidak menyinggung unjuk rasa yang dilakukan di berbagai belahan kota di China. Unjuk rasa dilakukan mulai dari aksi nyala lilin di Beijing sampai bentrokan antara demonstran dan polisi di Guangzhou dan pabrik iPhone di Zhengzhou pekan lalu.
Unjuk rasa anti peraturan Covid-19 menjadi pembangkangan sipil terbesar di China Daratan sejak Presiden Xi Jinping berkuasa satu dekade yang lalu. Selain itu juga bertepatan saat ekonomi China memasuki era baru karena mengalami perlambatan paling buruk sejak beberapa puluh tahun terakhir.
Meski kasus infeksi tembus rekor, Wakil Perdana Menteri Sun Chunlan yang mengawasi kebijakan Covid-19 mengatakan kemampuan virus corona menimbulkan penyakit mulai melemah.
"Negara menghadapi situasi baru dan tugas baru dalam pencegahan dan pengendalian epidemi karena patogenisitas virus Omicron melemah, semakin banyak masyarakat yang divaksin dan pengalaman mengidap virus terakumulasi," kata Sun dalam pernyataan yang dikutip media pemerintah.
Sun juga mendorong "optimalisasi" kebijakan tes, pengobatan dan karantina Covid-19. Pernyataan melemahnya patogenisitas bertolak belakang dengan pesan yang disampaikan pemerintah sebelumnya tentang virus yang mematikan.