REPUBLIKA.CO.ID., PBB -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (30/11/2022) memperingatkan bahwa enam juta orang di Afghanistan menghadapi kerawanan pangan yang mencapai tingkat darurat di tengah kekurangan bantuan kemanusiaan yang cukup karena kurangnya dana.
"Guncangan ekonomi yang kita alami akhir-akhir ini adalah pendorong utama untuk kebutuhan kemanusiaan," kata Wakil Perwakilan Khusus PBB, Koordinator Residen dan Kemanusiaan untuk Afghanistan Ramiz Alakbarov kepada wartawan di markas besar PBB di Kabul.
Dia mengatakan musim dingin semakin dekat dengan suhu yang rendah di beberapa wilayah negara hingga minus 25 derajat Celcius.
"Kami membutuhkan 768 juta dolar AS untuk mendukung kegiatan persiapan musim dingin, dan 614 juta diperlukan sebelum akhir tahun. Kami telah berjuang untuk mengumpulkan pendanaan sepanjang tahun," kata Alakbarov.
Dua pertiga dari seluruh populasi – lebih dari 28 juta orang – akan membutuhkan bantuan kemanusiaan pada tahun depan, menurut PBB.
Dia mengatakan bahwa tingkat kerawanan pangan tetap salah satu yang tertinggi di Afghanistan dengan sekitar 6 juta orang menghadapi tingkat kerawanan pangan darurat, juga dikenal sebagai IPC4.
"Itu adalah tahap sebelum Anda pergi ke tahap 5 dan tahap 5 pada dasarnya adalah tahap bencana kelaparan. Jadi, 6 juta orang semakin dekat dengan garis perbatasan itu," tambah dia.
Kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan pada 15 Agustus 2021, diikuti oleh gangguan bantuan keuangan internasional telah membuat negara yang terpuruk itu berada dalam krisis ekonomi, kemanusiaan, dan hak asasi manusia.
AS dan negara-negara Barat lainnya menangguhkan bantuan keuangan ke Afghanistan setelah perebutan kekuasaan oleh Taliban.
Pemerintahan Biden membekukan cadangan devisa bank sentral Afghanistan senilai USD7 miliar sebagai bagian dari sanksi terhadap Taliban.
Pakar hak asasi manusia PBB telah meminta AS untuk mengakhiri pembekuan aset asing Afghanistan.
Perempuan dan anak perempuan juga telah dirampas haknya, termasuk hak atas pendidikan, dan menghilang dari publik di bawah Taliban, otoritas de facto Afghanistan.
Larangan terbaru Taliban terhadap perempuan mencegah mereka menggunakan pusat kebugaran dan memasuki taman.
Ribuan perempuan sejak itu kehilangan pekerjaan atau dipaksa mengundurkan diri dari lembaga pemerintah dan sektor swasta.
Anak perempuan dilarang masuk sekolah menengah dan atas. Banyak perempuan menuntut agar hak mereka dipulihkan dengan turun ke jalan-jalan, memprotes dan mengorganisir demonstrasi.