Sabtu 03 Dec 2022 11:10 WIB

11 Jamaah Terluka dalam Serangan Masjid di Nigeria Selatan

Nigeria diketahui tengah menghadapi segudang tantangan keamanan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi. 11 Jamaah Terluka dalam Serangan Masjid di Nigeria Selatan
Foto: Foto AP
Ilustrasi. 11 Jamaah Terluka dalam Serangan Masjid di Nigeria Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, ASABA -- Orang-orang bersenjata dilaporkan menyerbu sebuah masjid di negara bagian Delta Nigeria selatan, Jumat (2/12/2022). Kepolisian menyebut aksi ini melukai 11 jamaah, setelah mereka berusaha menculik imam masjid.

Hingga berita ini dibuat, tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas kekerasan itu. Tetapi, Nigeria diketahui tengah menghadapi segudang tantangan keamanan, termasuk pemberontakan di timur laut, penculikan di negara bagian tengah dan barat laut, serta ketegangan separatis di selatan.

Baca Juga

"Sebelas (orang) terluka," kata juru bicara polisi Bright Edafe dikutip di The New Arab, Sabtu (3/12/2022).

Serangan bersenjata ini terjadi dini hari, di masjid di Ughelli, dekat kota minyak Warri. Edafe mengatakan penyelidikan sedang dilakukan untuk menemukan para tersangka.

Media lokal yang mengutip seorang tokoh masyarakat dan seorang korban melaporkan seorang imam diculik dalam serangan itu. Polisi menolak klaim tersebut, dengan mengatakan niat awal pelaku adalah menangkap imam masjid, namun mereka tidak berhasil.

Aksi penculikan merupakan hal umum terjadi di Nigeria. Sebagian besar dilakukan untuk keuntungan finansial oleh penjahat yang dikenal sebagai bandit, yang tidak memiliki motivasi ideologis. Masalah keamanan di negara bagian Delta telah meningkat dibandingkan awal tahun 2000-an, ketika kelompok militan sering menyerang fasilitas minyak atau menculik pekerja minyak.

Tetapi di negara-negara bagian tenggara, kelompok separatis terlarang, yaitu Masyarakat Adat Biafra (IPOB) dan jaringan bersenjatanya, Jaringan Keamanan Timur, dituding menjadi dalang dari sejumlah serangan. IPOB, yang mencari negara terpisah untuk etnis Igbo, telah berulang kali membantah bertanggung jawab atas kekerasan tersebut.

Presiden Muhammadu Buhari, yang berkuasa pada 2015 dan terpilih kembali pada 2019, berada di bawah tekanan untuk mengambil tindakan terhadap masalah keamanan Nigeria, sebelum dia memilih mundur setelah pemilihan yang dijadwalkan Februari mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement