REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Ibrahimy Jawa Timur HM Baharun menilai, maraknya pungutan liar (pungli) yang mengganggu proses pendistribusian bantuan di Cianjur merupakan cerminan terkikisnya kepekaan sosial.
"Bak kata pepatah 'ada kesempatan dalam kesempitan'. Masyarakat kita ini sudah mengalami degradasi moral dan kepekaan sosial. Sehingga tega saja mengambil manfaat di atas penderitaan orang lain," kata Baharun saat dihubungi Republika, Ahad (4/12/2022).
Dia menilai aksi pungli itu akan terus terjadi bila pengawasan dari pemerintah longgar. Menurut dia, pemerintah harus bisa mengambil sikap agar proses recovery atas aktivitas filantropis di Indonesia terhadap bencana dapat berjalan lancar. Dia menilai jangan sampai masyarakat Indonesia hanya bisa mendistribusikan bantuan tanpa adanya pengawasan di lapangan.
"Harus ada pengawasan yang ketat dari hulu sampai hilir," ujar dia.
Dia menekankan, budaya pungli akan terus berlangsung jika elite di atas moralnya rusak untuk melakukan korupsi. Seharusnya, kata dia, mereka yang pungli itu segera diusut dan diproses. Tapi susahnya kejahatan yang satu ini dinilai agaknya tidak berdiri sendiri tapi berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Sehingga dengan begitu mereka merasa aman saja meski ketahuan. Budaya berkolaborasi kejahatan inilah, kata Baharun, yang mestinya harus diberantas sampai ke akar-akarnya.