REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Militer Korea Selatan (Korsel), Joint Chiefs of Staff (JCS) mengatakan bahwa Korea Utara (Korut) menembakkan sekitar 130 peluru artileri ke zona penyangga maritim timur dan barat pada Senin (5/12/2022). Uji senjata Korut merupakan latihan militer terbaru di dekat perbatasan bersama mereka di tengah sanksi keras Korsel, Amerika Serikat (AS) dan Jepang atas uji senjata Pyongyang.
"JCS mendeteksi tembakan artileri, yang diduga melibatkan beberapa peluncur roket, dari Kabupaten Kumgang di Provinsi Kangwon dan Tanjung Jangsan di Provinsi Hwanghae Selatan, mulai pukul 14.59," kata JCS dikutip kantor berita Yonhap News Agency, Senin.
Peluru-peluru itu dikatakan mendarat di laut di zona penyangga maritim di utara Garis Batas Utara (NLL), perbatasan laut de facto. Wilayah itu ditetapkan berdasarkan perjanjian militer antar-Korea yang ditandatangani pada 19 September 2018, untuk mengurangi ketegangan perbatasan.
JCS mengatakan telah mengirim peringatan ke Korut atas penembakan tersebut. Peringatan menegaskan bahwa langkah Pyongyang menunjukkan pelanggaran perjanjian militer. Pihaknya juga menyerukan penghentian segera provokasi.
"Penembakan artileri ke zona penyangga maritim timur dan barat jelas merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan militer 19 September dan kami sangat mendesak Korut untuk segera menghentikannya," kata JCS.
Pernyataan JCS kemudian menambahkan bahwa militer Korsel sedang melacak dan memantau gerakan Korut. Pihaknya bersama dengan AS juga memperkuat postur kesiapan dalam persiapan menghadapi kemungkinan kontinjensi.
Kantor Kabupaten Cheorwon, 71 kilometer timur laut Seoul, telah mengunggah di situs webnya sebuah pengumuman Angkatan Darat bahwa militer akan mengadakan latihan tembakan langsung, yang melibatkan beberapa peluncur roket dan aset lainnya, di unit perbatasan pada Senin dan Selasa. Guncangan uji terbaru Korut terjadi setelah Seoul, Washington, dan Tokyo memberlakukan sanksi mandiri tambahan terhadap individu dan institusi yang terkait dengan program pengembangan senjata Korut dalam langkah terkoordinasi pekan lalu.
Perjanjian Militer Komprehensif (CMA) 2018 adalah kesepakatan paling substantif yang dihasilkan dari pertemuan berbulan-bulan antara pemimpin Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in. Namun, dengan pembicaraan yang lama terhenti, latihan baru-baru ini dan unjuk kekuatan di sepanjang perbatasan berbenteng antara Korea telah menimbulkan keraguan tentang masa depan tindakan tersebut.
Korsel menuduh Korut berulang kali melanggar perjanjian dengan latihan artileri tahun ini. Tahun ini Korut melanjutkan pengujian rudal balistik antarbenua (ICBM) jarak jauh untuk pertama kalinya sejak 2017.