Selasa 06 Dec 2022 13:53 WIB

Demokrat Soroti Dua Pasal KUHP yang Dinilai Bisa Bungkam Kebebasan Berpendapat

Demokrat tak ingin KUHP yang baru diskriminasi kepada rakyat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto usai pengesahan RKUHP menjadi undang-undang, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat DPR mendukung hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru demi meninggalkan produk warisan Belanda. Namun, Demokrat berharap KUHP yang baru tersebut justru menjadi alat yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat.

"Penting untuk diingat perlu dipastikan bahwa semangat kodifikasi dan dekolonialisasi dalam RUU KUHP ini jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat," ujar anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Santoso ketika menginterupsi rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).

Baca Juga

Fraksi Partai Demokrat mengimbau pemerintah untuk memastikan bahwa implementasi KUHP ini tidak merugikan masyarakat lewat pasal-pasal yang bersifat karet. Pemerintah harus mampu menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, terutama dalam kebebasan berpendapat. "Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan kehati-hatian aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan RUU KUHP ini," ujar Santoso.

Lanjutnya, terdapat dua pasal dalam RKUHP yang berpotensi menjadi alat untuk membungkam kritik. Pertama adalah Pasal 218 tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan/atau wakil presiden.

Kedua adalah Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara. Adapun lembaga negara dalam RKUHP terdiri dari MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

"RUU KUHP ini harus dipahami dan dijalankan oleh penegak hukum secara baik. Sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan hukum dalam implementasinya, termasuk terhadap teman-teman jurnalis jangan sampai mereka justru mereka dikriminalisasi dalam rangka menjalankan profesinya," ujar Santoso.

"Perlindungan terhadap hak seluruh masyarakat, serta edukasi terhadap aparat menjadi pekerjaan rumah utama yang harus diprioritaskan oleh pemerintah setelah pengesahan RUU KUHP ini," sambungnya menegaskan.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly berterima kasih kepada DPR yang telah mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang. Meski diakuinya, RKUHP yang nantinya akan disebut sebagai KUHP tersebut bukan merupakan produk hukum yang sempurna.

Adapun masa transisi KUHP yang baru maksimal selama tiga tahun. Selama tiga tahun tersebut, pemerintah akan gencar mensosialisasikannya kepada aparat penegak hukum agar pemberlakuannya akan maksimal.

"Tiga tahun ini waktu yang cukup luas, bagi pemerintah, bagi tim untuk mensosialisasi, membuat screening pada penegak-penegak hukum, stakeholder yang jaksa, hakim, polisi, ini utamanya dulu," ujar Yasonna usai rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).

Baca juga : DPR Sahkan RKUHP, PKS: Kamu Jangan Jadi Diktator....

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement