REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bunda Inklusif Kementerian Agama (Kemenag), Eny Retno Yaqut, mengatakan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas dibutuhkan partisipasi dan sinergi semua pihak. Karena itu, dia pun mengajak bersinergi secara inovatif untuk menciptakan pendidikan inklusif di lingkungan Kemenag.
Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kemenag ini menjelaskan, sistem pendidikan inklusif merupakan sebuah konsep yang menekankan kolaborasi dan koneksi antarstakeholder pendidikan, pimpinan sekolah, guru, orang tua, dan profesional serta pemegang kebijakan dalam menyediakan dukungan kepada peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
“Kita harus bekerja bersama-sama, berkolaborasi, bersinergi secara inovatif untuk menggerakkan pendidikan inklusif ini hingga dapat tercipta ekosistem pendidikan inklusif yang diharapkan,” ujar Eny dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (6/12/2022).
Hal ini disampaikan Eny dalam acara Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2022 yang digelar Kemenag dengan tema “Berinovasi Bangkitkan Pendidikan Inklusif” di Jakarta, Senin (5/12/2022). Menurut Eny, peringatan ini menunjukan komitmen bersama terhadap keberpihakan, penerimaan, penghormatan, serta penghargaan terhadap penyandang disabilitas.
Dia mengatakan, penerimaan, penghormatan serta penghargaan terhadap penyandang disabilitas bukan semata keharusan konstitusi negara, tapi juga kewajiban semua pihak dalam misi keagamaan dan kemanusiaan. “Mereka lahir memiliki hak dan merupakan kewajiban bagi kita semua dalam pemenuhannya. Kita harus bisa menerima keberadaanya, memberikan penghormatan sebagai manusia utuh dan penghargaan dengan memberikan fasilitas, akomodasi yang layak bagi tumbuh kembangnya,” ucap dia.
Terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, menurut Eny, Kemenag juga telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan layanan kepada para penyandang disabilitas. Salah satunya lewat pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Islam Inklusif.
Dia menjelaskan, Pokja ini bertugas mengkoordinasikan semua program yang ada di masing-masing direktorat untuk penanganan penyediaan akomodasi yang layak dan fasilitasi penyandang disabilitas dalam bidang pendidikan, baik di tingkat madrasah, perguruan tinggi keagamaan negeri, maupun di pondok pesantren.
Di acara yang sama, Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia juga menekankan tentang pentingnya sinergitas semua pihak dalam pembangunan inklusif disabilitas yang optimal. Untuk meningkatkan potensi dan kualitas penyandang disabilitas, menurut dia, diperlukan support system dan ekosistem yang jelas dari hulu ke hilir.
“Bukan hal yang mudah, tapi kami butuh sinergi bersama dan kolaborasi, inilah yang kita sebut pentahelix collaboration untuk sama-sama mewujudkan Indonesia inklusi yang ramah terhadap anak disabilitas,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS 2020, penyandang disabilitas di seluruh Indonesia saat ini berjumlah 22 juta jiwa. Pada periode 2019-2022, menurut Angkie, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengesahkan sembilan peraturan turunan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Hal tersebut, menurut Angkie, merupakan wujud komitmen penuh Presiden Jokowi untuk menjalankan amanat UU tentang Penyandang Disabilitas itu. ”Jadi pemerintah juga terus berinovasi beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dari penyandang disabilitas,” ucap dia.
Sementara itu, Ketua DWP Pusat Franka Makarim dalam sambutannya mengajak setiap lembaga untuk berkomitmen dalam mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif khususnya untuk anak berkebutuhan khusus. Dia juga mengimbau kepada seluruh pengurus DWP dari setiap lembaga dan kementerian, pemerintahan daerah dan instansi terkait agar mencari tahu lebih banyak lagi program inklusif yang bisa didukung secara nyata di kelembagaan masing-masing.
“Kita perlu memberikan edukasi kepada masyarakat luas, menanamkan pemahaman bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan memerdekakan mereka untuk mengembangkan bakat dan potensinya,” kata dia.