REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal ini tercermin dari neraca perdagangan mencatatkan surplus, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) konsisten tumbuh meningkat, sehingga terus mendukung peningkatan kinerja perekonomian nasional. "OJK mencatat sejumlah lembaga internasional seperti Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan ekonomi global akan tumbuh melambat pada 2023," ujarnya saat webinar Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) November 2022, Selasa (6/12/2022).
Mahendra menyebut perlambatan tersebut disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter global, tingginya harga komoditas energi dunia yang dipengaruhi tensi geopolitik, dan tingkat inflasi yang masih level tinggi. Ke depan pihaknya berupaya perlu dicermati perkembangan sektor-sektor yang memiliki porsi ekspor yang tinggi serta sektor padat modal yang akan lebih terdampak oleh kenaikan suku bunga.
"Namun demikian, laju pemulihan perekonomian maupun intermediasi sektor keuangan belum terlalu terdampak atas kenaikan suku bunga dimaksud," tuturnya.
Dari sisi internal, OJK akan menindak setiap pelanggar dalam industri keuangan baik yang dilakukan oleh perusahaan tercatat (emiten), leasing, perbankan, asuransi, dana pensiun bahkan perusahaan pinjaman online. Hal ini mengingat sektor jasa keuangan merupakan industri berbasis kepercayaan.
“Kepastian hukum, patuh pada peraturan dan melaksanakan secara konsisten merupakan sebuah keharusan. Tidak ada pilihan lain, OJK sebagai regulator melaksanakan seluruh aturan dan mengawal dengan baik dan terus membangunkan kepercayaan," ucapnya.